MAKALAH
HUKUM PERDATA
Sebagai
syarat memenuhi tugas mata kuliah
Dosen
pengampu : Ibu kuswardani S H
Disusun
oleh :
1. Abda
Irsyad Sudarsono ( C100140324 )
Fakultas Hukum
Universitas
Muhammadiyah Surakarta
2014/2015
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah yang telah memberikan rasa cinta dan kasih saying kedalam
sanubari setiap kehidupan yang tidak akan pernah terkikiskan oleh gejolaknya
zaman sehingga dengan rasa cinta dan kasih sayangnya lah membawa kita kepada
pemikiran-pemikiran yang selalu diridhoinya yang berupa penyusun makalah ini
yang bertemakan Pengertian Hukum Perdata dan Sistematika menurut BW dan ilmu
pengetahuan Sesuai dengan harapan yang kita inginkan.
Sholawat
dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi kita nabi besar Muhammad
SAW, karena dengan berkat perjuangan beliau kita dapat terangkis dari alam
jahiliyah menuju alam kemahiran, sehingga kita dapat menikmati ilmu yang dengan
baik seperti apa yang kita rasakan sekarang ini.
Melihat kemampuan kami yang kurang, kami
yakin dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, maka dari itu, kami
sangat butuh saran dan kritik yang bersifat membangun yang mampu membawa kami
kepada kesempurnaan makalah ini.
Surakarta,
03 Mei 2015
Halaman
1
DAFTAR
ISI
·
Kata Pengantar
.............................................................................................................
1
·
Daftar isi .............................................................................................................
2
Bab 1
·
Pendahuluan
.............................................................................................................
3
Ø Latar
Belakang
.................................................................................................
3
Ø Rumusan
Masalah ............................................................................................
4
Ø Tujuan
penulisan ..............................................................................................
5
Bab 2
·
Pembahasan
..................................................................................................................
6
Bab 3
·
Kesimpulan
.................................................................................................................
19
·
Saran
.......................................................................................................................... 20
·
Penutup
......................................................................................................................
21
·
Daftar Pustaka
............................................................................................................
22
Halaman
2
BAB
1
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Menuntut ilmu itu
wajib, bagi kaum muslimin dan muslimat. Itu yang disabdakan oleh Rosul. Benar
adanya, namun tidak menutup kewajiban umat non-muslim, mereka juga dituntu akan
itu. Menuntut ilmu bukan hanya karena hukum wajib, namun merupakan kebutuhan
manusia untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat dan penyusuain
peradaban yang semakin canggih, maka diperlukan ilmu dalam segala hal.
Makalah ini akan
mencoba menguraikan tentang hukum perkawinan menurut Undang-undang di Indonesia
yaitu KUHPer ( BW ). Yang sudah dikenal oleh banyak orang khususnya bagi
orang-orag yang bergerak dibidangnya.
Perkawinan siapa orang
yang tidak pernah mendengar kata itu. Mustahil sepertinya jika ada orang yang
belum pernah mendengarnya. Sekian banyak orang menikah, namun kebanyakan belum
mengerti hukum yang mengatur tentang pernikahan. Kemudian sering terjadi
perceraian yang semakin marak dan bukan pemandangan yang aneh bagi masyarakat
jika terjadi perceraian.Perlunya pengetahuan tentang hukum dan hak yang ada
dalam perkawinan agar minimalis angka perceraian, namun jika pelaku hukum tak
mengerti. Wallahu a’lam.
Banyak Universitas yang
mempunyai Fakultas Hukum Perdata yang pasti membahas tentang perkawinan, disana
telah banyak meluluskan Sarjana-sarjana ahli Hukum Perdata. Demikian
sekolah-sekolah yang lain, meski bukan fakultas, namun ada study tersebut.
Namun masih banyak yang tidak mengamalkan ilmu yang mereka miliki
Halaman
3
Rumusan Masalah
Pengetahuan tentang
Hukum Perdata tidak lah semua orang tau, perlu dikembangkan sebuah metode
pembelajaran dengan men-sosialisasikan hukum tersebut. Banyaknya kejadian yang
tidak searah dengan Hukum perdata tentang perkawinan dikalangan masyarakat.
Seperti pernikahan usia dini, pernikahan adapt, dan pernikahan yang tidak
mengikuti hukum yang berlaku di Negara Tercinta ini.
Pernikahan yang melanggar hukum tidak
tercantum dalam daftar nama perkawinan Negara membuat pemerintah merasa kurang
efektif dalam menerapkannya.
Namun menurut mereka
itu lebih efektif, karena tidak memerlukan biaya yang lebih dan tidak lebih
repot. Tanpa sepengetahuan pemerintahan mereka menikah sirih atau yang lain,
kemudian mereka bercerai. Dan hal lain seperti permasalahan kekerasan dalam
rumah tangga dan sejenisnya. Itu semua tidak dapat diajukan dalam hukum, karena
tidak terdaftar dalam buku pemerintah, dan sedikit membuat repot pemerintah.
Halaman
4
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah karya ilmiah
ini adalah :
1. Menjelaskan
Tentang Hukum Perdata
2. Menjelaskan
tentang criteria Hukum Nasional
3. Menjelaskan
tentang isi Kitab Undang-undang Hukum perdata
4. Agar
dapat mempermudah dalam belajar mahasiswa dalam mengetahui hukum perdata
5. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata
6. Menjelaskan
Hukum perdata tentang perkawinan
7. Menjelaskan
Hukum perdata tentang Harta
Halaman
5
BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM PERDATA
1. Pengertian
Hukum Perdata
Hukum adalah undang-undang / peraturan tertulis atau
tidak tertulis yang mengatur dan memiliki sanksi bagi pelanggar hukum. Hukum
perdata yaitu suatu undang-undang atau Hukum yang mempelajari serta mengatur
tentang hak dan kewajiban setiap subyek hukum ( Manusia ) dan mengatur hubungan
antar subyek hukum yang lain, bisa juga disebut Hukum privat / personal.
Hukum perdata sendiri mempunyai beberapa aspek yang
tidak bisa lepas, yaitu :
a. Pengaturan
Hukum
b. Subyek
Hukum, dan
c. Hubungan
Hukum
Sedangkan hukum
public atau pidana yaitu suatu undang-undang hukum yang mempelajari dan
mengatur tentang hak dan kewajiban orang banyak ( Masyarakat ). Seperti hukum
administrasi Negara. Menyangkut hukum public, berarti menyangkut hukum
Nasional, hukum ini mengatur tentang ketatanegaraan di Indonesia.
Kriteia hukum Nasional
adalah :
a. Hukum
yang berasal dari Negara sendiri ( Indonesia )
b. Hukum
tidak terlepas dari budaya asli ( Indonesia )
c. Harus
merupakan produk pembentuk undang-undang
d. Berlaku
untuk seluruh daerah / wilayah Negara ( Indonesia )
e. Untuk
Hukum Perdata Nasional, harus sesuai dengan nilai pancasila
f. Berlaku
untuk semua warga Negara ( Indonesia )
g. Hukum
perdata Nasional harus merupakan produk dari undang-undang
h. Dibuatnya
Undang-undang harus setelah kemerdekaan
Timbulnya hukum
itu sendiri muncul dianggap penting karena manusia hidup bermasyarakat. Tidak
menutup kemungkinan terjadinya sengketa antara masyarakat yang ada disuatu
Negara.
Hukum
/ undang-undang muncul untuk mengatur tentang hak dan kewajiban manusia dalam
bermasyarakat dan bagaimana cara mempertahankan hak dan kewajiban mereka agar
selalu terjaga dari kesewenang-wenangan.
Halaman
6
2. Pembagian
Hukum Perdata
Hukum perdata mempunyai dua
pembagian, yaitu :
a. Hukum
Perdata Material dan
b. Hukum
perdata Formal
Sedangkan menurut
pengetahuan, hukum dibagi menjadi 4 ( empat ), yaitu :
a. Hukum
tentang Uang
b. Hukum
tentang kekeluargaan, perkawinan
c. Hukum
tentang kebendaan
d. Hukum
tentang waris
3. Isi
KUHPer
Dalam KUHPer ( Kitab Undang-undang
Hukum Perdata ) yang disebut juga BW ( Brogetjk Wetbok ) yaitu buku
undang-undang buatan Belanda yang berasal dari Code Napolion diPrancis,
sedangkan prancis sendiri mengadopsinya dari buku hukum Romawi. Yang kemudian
di sah kan di Indonesia pada tahun 1859.
Didalam buku KUHPer, terdapat 4 bab
buku peraturan, yaitu :
a. Buku
Pertama yaitu mengatur tentang perorangan dan kekeluargaan, ( UU No.1 Tentang
Perkawinan )
Setiap subyek hukum / manusia
pastilah mempunyai pasangan masing-masing dan berkeinginan untuk menikah, dalam
buku satu terdapat undang-undang yang mengaturnya, seperti undang-undang yang
mengaturnya, seperti undang-undang siapa saja yang boleh dinikahi dan yang
tidak boleh, dan undang-undang dalam rumah tangga. Selebihnya akan dijelaskan
dibawah.
b. Buku
yang kedua yaitu mengatur tentang hukum benda yang dimiliki oleh subyek hukum
tentang benda yang dimiliki, yaitu berupa benda berwujud ( benda bergerak dan
benda tidak bergerak ) dan benda tidak berwujud ( Saham, hutang, deposito )
Harta yang dimiliki oleh subyek
hukum agar tidak salah dalam pengunaanya, maka undang-undang ini mengaturnya,
seperti hak dan kewajiban pemilik saham, serta pemanfaatan benda-benda yang
dimiliki oleh subyek hukum.
Halaman
7
c. Buku
yang ketiga yaitu mengatur tentang hukum perjanjian antara subyek hukum satu
dengan subyek hukum yang lain, seperti perjanjian dagang,
Jual-beli dan sebagainya
Banyak terjadi perselisihan,
pertikaian bahkan sampai pertumpahan darah. Sering terjadi dalam bab ini. Buku
keempat ini mengatur semua tentang jual-beli dan sejenisnya dengan baik namun
jika masih terjadi kasus dalam jual-beli, berarti subyek hukum tidak menggunakan
undang-undang yang terdapat dalam buku KUHPer keempat ini.
d. Buku
yang ke empat yaitu mengatur tentang daluarsa dan pembuktian suatu benda bahwa
benda itu milik seorang subyek hukum yang sah. ( akte, Nota, surat tanah, dll
).
Kepemilikan sebuah benda haruslah
dapat dibuktikan dengan sebuah surat keterangan kepemilikan atau sejenisnya,
sehingga memperkuat dan membenarkan bahwa benda tersebut adalah milik satu
subyek hukum tidak bisa menunjukan bukti yang memadai, maka benda tersebut
menjadi milik Negara dan akan diurus sesuai undang-undang.
4. Sumber
hukum Perdata
Arti sumber Hukum Perdata adalah
asal mula terbentuknya Hukum Perdata atau tempat dimana Hukum Perdata
ditemukan. Asal mula menunjukan pada sejarah pembentukannya sedangkan tempat
menunjukan rumusan-rumusan yang dapat dibaca.
Sumber Hukum ada 2, yaitu :
a. Sumber
hukum dalam arti formal.
Sejarah asal Hukum Perdata yaitu Hukum Perdata yaitu Hukum perdata
buatan pemerintah Kolonial Belanda yang terhimpun dalam KUHPer ( BW ).
Berlakunya BW berdasarkan aturan
peralihan UUD 1945 yang menyatakan KUHPer/BW tetap berlaku sepanjang belum
diganti dengan undang-undang baru yang berdasarkan UUD 1945, dan sumber
pembentuknya adalah UUD 1945.
Halaman 8
b. Sumber
hukum dalam arti material
Sumber
ini menunjukan tempat yang dirumuskan dalam ketentuan Undang-undang Hukum
Perdata yang dapat dibaca. Hukum perdata yang mengatur tentang hak dan
kewajiban individual dalam bermasyarakat terdapat dalam KUHPer material.
Sedangkan undang-undang / hukum yang mengatur tentang melaksanakan dan atau
mempertahankan hak dan kewajiban terdapat dalam undang-undang KUHPer Formil.
Dalam mengatur hidup
bermasyarakat, manusia adalah sentral penggerak kehidupan masyarakat, karena
sudah jelas ia adalah pendukung atau pelaku langsung hak dan kewajiban. Dengan
demikian, Hukum perdata material pertama kali menentukan siapakah orang-orang
yang disebut pelaku hukum.
Manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara makhluk ciptaan-Nya
yang lain, dan dijadikan atas jenis kelamin yang berbeda yaitu pria dan wanita.
Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan berpasang-pasangan dan menjalin
hubungan hidup dengan ikatan dan membentuk suatu keluarga. Yang kemudian diatur
oleh undang-undang yang terangkum dalam undang-undang perkawinan.
1. Hukum
Perdata Tentang Perkawinan
Perkawinan
adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
untuk jangka waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari
hubungan keperdataan sebagaimana disebutkan dalam KUHPer pasal 26.
Pasal
tersebut menyatakan bahwa suatu perkawinan yang sah hanyalah perkawinan yang
memenuhi syarat – syarat dan menentukan yang ditentukan dalam KUHPer dan
mengeyampingkan peraturan agama, seperti dikatanan dalam BW, bahwa poligami dilarang.
Dalam Pengertian, apa bila dilanggar akan mendapat pembatalan perkawinan.
Halaman 9
Beberapa
syarat perkawinan dalam Hukum Perdata yang wajib dipenuhi, yaitu :
a. Calon
suami dan Istri harus mencapai usia yang ditentukan ( laki-laki 18 tahun,
perempuan 15 tahun )
Batas usia minimal ini
sering menjadi tolak ukur pernikahan. Dalam masyarakat umum, sering terjadi
pernikahan dini antara kedua calon mempelai. Demikian terjadi sangatlah rawan
terjadi kekerasan dalam rumah tangga, dikarenakan dalam usia tersebut, emosi
dan tekanan masing-masing masih sangatlah labil.
a. Harus
ada kebebasan / tidak ada halangan antara kedua mempelai untuk menikah.
Dalam
arti, kedua mempelai tidak terikat dengan pernikahan yang lain dengan waktu
yang sama, atau kedua mempelai tidak mempunyai ikatan pernikahan dengan orang
lain, kecuali atas izinnya. Bisa juga diartikan, kedua mempelai tidak terikat
dengan suatu hal yang memberatkan terjadinya perkawinan.
b. Untuk
anak dibawah usia tidak diperbolehkan menikah, kecuali atas izin kedua orang
tua masing-masing mempelai sebelum berumur 30 tahun.
Hal
ini hampir sama dengan poin pertama, yaitu larangan menikah dalam usia dibawah
umur. Namun jika sudah ada persetujuan dari orang tua kedua mempelai, maka
selanjutnya adalah tanggung jawab orang tua.
c. Tidak
boleh melakukan perkawinan saudara sedarah maupun saudara tiri
Perkawinan
sedarah juga dilarang oleh agama islamn karena bisa merusak garis keturunan dan
menyalahi aturan agama.
Yang
pasti kedua orang tua sudah mengijinkan perkawinan itu terjadi, perizinan ini
penting karena orang tua mempunyai hak penuh atas anak-anak mereka. Dan
bahkan perkawinan dapat dibatalkan
karena hal-hal yang terjadi, baik dari pihak suami maupun istri.
Halaman
10
Orang-
orang yang berhak membatalkan perkawinan adalah :
a. Suami
atau Istri
Jika
suami atau Istri mempunyai alas an yang kuat seperti suami atau istri tidak
sesuai dengan yang diinginkan atau terdapat kesalahan atau paksaan perkawinan.
Hal ini sering dapat terjadi karena perjodohan dari orang tua atau suami atau
istri mengalami cacat.
b. Anak
Anak
pun mempunyai hak untuk membatalkan perkawinan yang akan dilancarkan oleh orang
tuanya.
c. Orang
Tua
Dalam
hal ini tidak bisa dipungkiri, karena orang tua adalah tempat keramat bagi
anak-anaknya.
d. Jaksa
Jaksa
dapat membatalkan perkawinan jika kedua mempelai tidak memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan dalam KUHPer. Juga dapat terjadi jika salah satu mempelai
terkait kasus yang melibatkan pihak kepolisian dan atau pihak lain yang
memberatkan terjadinya perkawinan
Dalam
pasal 32 menyebutkan bahwasanya batalnya perkawinan disebabkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Kematian
– cerai mati
2. Perceraian
3. Keputusan
pengadilan
Halaman
11
2. Perkawinan
Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974
Perkawinan
menurut Undang-undang No.1 tahun 1974, perkawinan dapat dibatalkan atas
persetujuan kedua mempelai, kemudian yang belum berumur 21 tahun, harus
mendapat izin dari orang tua yang masih hidup dan mampu untuk menyatakan
kehendaknya.
Kemudian
diperjelas pihak-pihak yang dapat membatalkan perkawinan adalah :
a. Keluarga
b. Suami
– Istri
c. Pejabat
yang berwenang
d. Pejabat
yang ditujuk, mempunyai kuasa atasnya.
3. Akibat
adanya Perkawinan
Akibat
adalah timbale balik dari satu perbuatan yang sudah dilakukan. Dalam hal
perkawinan, akibat yang timbul tergantung pada sah dan tidaknya perkawinan.
Menurut Undang-undang No.1 tahun 1974, yang menjadi syarat sahnya perkawinan
diantaranya :
1. Persetujuan
calon mempelai pria dan wanita
2. Seorang
calon mempelai pria minimal berusia 19 tahun, dan untuk wanita berumur 16
tahun. Namun jika mereka belum mencapai usia 21 tahun, belum cakap bertindak
hukum.
3. Harus
ada tugas dari orang tua, atau pengadilan
4. Tidak
terikat dengan perkawinan yang lain, jika masih dalam ikatan perkawinan, harus
mendapat izin dari istri atau pengadilan.
5. Belum
pernah bercerai untuk yang kedua kali dengan orang yang sama
6. Calon
istri sudah melewati masa iddah
7. Ada
pemberitahuan untuk menikah pada BPN
8. Tidak
ada yang mengajukan pencegahan
9. Tidak
ada larangan untuk menikah
Halaman
12
Setelah
perkawinan terjadi dan sah menurut pengadilan agama, maka akibat perkawinan
tersebut adalah :
a. Adanya
hubungan antara wali dan anak, dan
b. Adanya
hubungan antara suami dan Istri
Namun jika pengadilan agama atau KUA
menyatakan perkawinan tersebut tidak sah, maka akibatnya adalah sebaliknya dari
tersebut diatas, yaitu :
a. Tidak
ada hubungan antara anak dan wali
b. Tidak
ada hubungan antara suami dan istri
4. Perceraian
Perceraian
adalah perpisahan ( putusmya ) hubungan suami istri yang sah dilakukan oleh
seorang suami kepada istri, atau pengajuan istri kepada suami untuk
dilaksanakan perceraian melalui Kantor Urusan Agama ( KUA ).
a. Cerai
Gugat
Yaitu
cerai yang diajukan oleh penggugat ( Istri ) kepada suami, karena beberapa hal
yang tidak dapat dipenuhi oleh sang suami pada istri, kemudian sang istri
menuntutnya dan sang suami tidak mampu untuk melakukannya. Maka sang istri
boleh mengajukan gugatan. Atau perkara lain seperti kekerasan dalam rumah
tangga, atau sang suami pergi tak kembali.
Cerai
gugat adalah cerai yang diajukan oleh penggugat di pengadilan agama tempat
tinggal penggugat,
Perceraian
tipe ini masih jarang terjadi, karena kebanyakan istri tidak cukup berani untuk
melakukan gugatan pada sang suami, dan istri cenderung pasrah menerima suaminya
apa adanya.
Halaman
13
b. Cerai
Talak
Cerai
Talak yaitu perceraian yang diajukan oleh suami pada istri. Kasus ini terjadi
karena beberapa hal, seperti sang istri tidak bisa memuaskan jasmani suami,
istri tidak menuruti suami hingga dalam hal baik, atau bisa juga karena
perselingkuhan yang dilakukan sang istri.
Banyak
hal yang menyebabkan perceraian, baik cerai gugat maupun cerai talak. Karena
normalnya manusia seperti apapun yang dia punya masih merasa kurang, punya satu
ingin dua, punya dua ingin tiga dan seterusnya. Dalam setiap pertemuan pasti
ada perpisahan, sama halnya dengan perkawinan. Jika ada perkawinan, maka tidak
menutup kemungkinan terjadimya perceraian perpisahan dan sejenisnya yang
merusak ikatan suami istri.
5. Akibat
perceraian
Dalam
pernikahan yang menimbulkan terjadinya perceraian, maka dalam setiap perceraian
mempunyai efek samping tersendiri, ada efek yang positif, namun juga ada efek
samping yang negative yang timbul. Banyak hal yang terjadi jika perceraian itu
terjadi.
Akibat
positif yang terjadi karena perceraian merupakan suatu hal yang menjadi
pembelajaran bagi kedua belah pihak dan anak menjadi anak korban, orang bilang.
Jika anak tersebut sudah mengerti dan sudah dewasa maka bukan jadi masalah
perceraian itu terjadi bagi sang anak. Hanya saja sang anak mungkin merasa
kurang kasih saying kedua orang tua, itu yang terjadi pada umumnya.
Akibat
positif yang terjadi akibat perceraian yaitu :
1. Suami
atau istri akan lebih berhati-hati dalam memilih pasangan hidup,
2. Suami
atau istri mendapat suatu kepuasan telah mendapat jalan keluar dalam
permasalahan selama berumah tangga dengannya, meski bukan jalan terbaik,
3. Wawasan
anak semakin luas, pembelajaran yang tidak ada di bangku study dia dapatkan
Cuma-Cuma,
Halaman
14
Kemudian akibat perceraian yang negative,
hal ini sering terjadi dan banyak yang terjadi ketika perceraian itu menjadi
kenyataan. Mimpi buruk yang menjadi nyata telah datang, dunia serasa hancur tak
ada lagi harapan untuk bahagia.
Hal-hal
yang biasanya terjadi adalah :
1. Frustasi
dari pihak yang tidak menerima perceraian
2. Menyepelekan
urusan nikah dan cerai, karena sudah berpengalaman
3. Hilangnya
kasih saying yang didapat oleh anak dari kedua orang tua
4. Hubungan
antara mantan suami, mantan istri dan anak semakin renggang
5. Hubungan
antara mantan suami, mantan istri dan anak semakin renggang
6. Putusnya
tali persaudaraan
7. Anak
menjadi korban, yang membuat anak tak peduli pada kedua orang tuanya
8. Dan
masih banyak lagi yang menjadi dampak negative dari perceraian
Fenomena
perceraian ini banyak terjadi dikalangan masyarakat, karena perkawinan yang
dilakukan dengan usia dini atau hal lain yang membuat perceraian dan
perkawinan, sehingga hal ini menjadi permainan pada kalangan masyarakat yang
kurang bertanggung jawab.
1. Pertalian
Persaudaraan / kekeluargaan
Dalam
hal ini sangat erat kaitannya antara hubungan keluarga dan hubungan darah.
Hubungan keluarga dan hubungan darah adalah dua pengertian yang berbeda, dimana
hubungan keluarga adalah hubungan dalam satu keluarga yang terjadi karena
hubungan perkawinan dengan hubungan darah. Namun hubungan darah merupakan
hubungan keluarga dari keturunan yang sama, atau hasil dari perkawinan.
Hubungan keluarga karena perkawinan disebut semenda,
hubungan anak antara ayah dan ibu disebut hubungan tingkat. Hubungan keturunan
hanya memberikan keistimewaan tertentu dalam keluarga, yaitu :
a. Patsiliniel
Yaitu
hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan bapak
b. Materiliniel
Yaitu
hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan ibu
c. Parental
Bilateral
Yaitu
hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan orang tua, artinya gabungan
dari poin a dan b.
Halaman
15
Anak merupakan bagian dari hasil
perkawinan antara laki-laki dan perempuan. Anak sah adalah anak yang lahir dari
perkawinan yang sah, yang hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya
atau keluarga ibunya.
Dalam
pertalian persaudaraan atau hubungan darah erat kaitannya dengan perkawinan,
pembagian waris.
Halaman
16
6. Harta
a. Harta
bersama
Harta
bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan ( harta pencarian
). Harta bersama dikuasai oleh suami dan istri.
UU.No.1/1974
:
Pasal
35 ayat 1, menyatakan : ‘’Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi
harta benda bersama’’.
Terhadap
harta benda bersama suami atau istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Kewenangan
penyelesaian harta bersama :
Menurut
ketentuan pasal 37 pasal UUP (UU.No.1/1947), ‘’apabila perkawinan putus karena
perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing’’.
Yang
dimaksud ‘’ hukumnya ‘’ masing-masing adalah hukum agama, hukum adat dan
hukum-hukum lainnya.
Pasal
49 ayat 1 ( UU.No.7/1974 ) menyatakan : ‘’peradilan agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat
pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang.... penyelesaian harta
bersama...’’
Dengan
demikian, apabila terjadi perceraian, harta bersama dibagi berdasarkan hukum yang
telah berlaku sebelumnya bagi suami istri yaitu hukum agama, hukum adat, hukum
BW, dan lain sebagainya. Ketentuan semacam ini kemungkinan akan arti penguasaan
harta bersama, yang diperoleh bersama dalam perkawinan. Karena ada
kecenderungan pembagiannya yang tidak sama, yang mengecilkan hak istri atas
harta bersama. Tanggung jawab suami dan istri terhadap harta bersama.
Yaitu
dinyatakan dalam :
Pasal
36 ayat 1 ; ‘’Suami atau istri dapat bertindak terhadap harta bersama atas
persetujuan terhadap kedua belah pihak’’.
Halaman
17
b. Harta
Bawaan
Harta
bawaan dikuasai oleh masing-masing pemiliknya, yaitu suami atau istri.
Pasal
36 ayat 2 UUP ( UU.No.1/1974 ), menyatakan ; ’’Mengenai harta bawaan
masing-masing, suami atau istri berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan
hukum mengenai harta bendanya’’.
Maksud
dari pasal tersebut bahwa menjelaskan tentang hak suami atau bistri untuk
membelanjakan harta bawaan masing-masing.
Tetapi,
apabila pihak suami dan istri menentukan lain, misalnya dengan perjanjian
perkawinan , maka penguasaan harta bawaan dilakukan sesuai dengan isi
perjanjian itu. Demikian juga apabila terjadi per ceraian, harta bawaan
dikuasai dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya, kecuali ditentukan lain
dalam perjanjian perkwinan
c. Harta
perolehan
Harta
Perolehan adalah harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau
warisan. Pada dasarnya penguasaannya sama seperti harta bawaan. Masing-masing
suami atau istri berhak sepenuhnya untuk perbuatan hukum mengenai harta benda
perolehannya. Apabila pihak suami dan istri menentukan lain misalnya dengan
perjanjian perkawinan, maka penguasaan harta perolehan dilakukan sesuai dengan
isi perjanjian.
Demikian
juga terjadi perceraian, harta perolehan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing
pemiliknya. Kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan
Halaman
18
BAB
III
1. Kesimpulan
Bahwa
setiap hukum perundang-undangan memiliki aspek tertentu, dalam perkawinan,
perlunya lapor pada pengadilan agama atau KUA yang bersangkutan, untuk
membenarkan tindakannya dan member keabsahan dalam Negara untuk melakukan suatu
perkawinan. Dalam setiap perkawinan harus memenuhi syarat yang tercantum dalam
KUHPer tentang perkawinan, jika tidak maka perkawinan itu batal.
Setiap
perkawinan sering terjadi perceraian. Perceraian yang berakibat fatal terhadap
kelangsungan mental sang buah hati.
Halaman
19
2. Saran
Harapan
penulis supaya dosen mata kuliah hukum perdata ini dan para pembaca sekalian
dapat memberikan komentar kritik dan saran yang memiliki nilai etika dan moral
yang bersifat membangun demi kesempurnaan ilmu pengetahuan.
Halaman
20
3. Penutup
Dan
akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang mendukungnya.
Harapan penulis agar karya ini dapat berguna dikemudian hari. Amin.
Penulis
mohon maaf jika terdapat kesalahan atau pernyataan yang kurang benar dalam
makalah ini, karena manusia tempatnya salah dan lupa, namun penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan pada
karya ilmiah selanjutnya.
Halaman
21
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.
Abdulkadir Muhammad, S.H, Hukum Perdata Indonesia, ( Cet. Ke-3 , PT. Citra
Aditya Bakti, Bandar Lampung , 2000 ).
Abdurrahman
S.H , Himpunan Peraturan perundang-undangan Tentang Perkawinan ( Cet.1 , CV.
Akademika pressindo , Jakarta 1986 ).
http://muksalmina.blogspot.com
/2010/04/makalah-hukum-perdata.html
Prof.
R. Subekti, pokok-pokok Hukum Perdata ( PT. Intermasa Jakarta, Jakarta, 1978)
H.
Ridwan Syahrani, SH, Seluk-beluk dan Asas-asas Perdata ( PT. Almuni, Bandung,
2004 ).
K.
Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia ( PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980
)
Halaman
22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar