Senin, Mei 25, 2015

Hukum Tata Negara ( Asas Kedaulatan Rakyat )




 HUKUM TATA NEGARA
Asas Kedaulatan Rakyat
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Hakum Tata Negara
Dosen Pengampu : Bpk. Aidul fitri

Disu sun oleh :
1.      Abda Irsyad Sudarsono ( C100140324 )

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

                                                                                                                   

Kata Pengantar
Setelah kami ditugaskan untuk membina Mata Kuliah Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, maka kami meyusun makalah Hukum Tata Negara ini sebagai salah satu acuan bagi para Mahasiswa dalam mempelajari Hukum Tata Negara.
Buku-buku Hukum Tata Negara sudah cukup banyak beredar dalam masyarakat namun setelah reformasi tahun 1998 dan terjadinya perubahan pertama sampai perubahan keempat terhadap UUD 1945, maka Hukum Tata Negara mengalami perubahan pula yaitu terbentuknya Lembaga-lembaga baru berikut fungsi dan kewenangannya menurut UUD 1945
Atas dasar itu kami menyusun makalah ini, walaupun buku ini bukan satu-satunya pegangan dalam Mata Kuliah Hukum Tata Negara.
Kami sadari bahwa makalah ini belum sempurna baik isinya maupun penulisannya, untuk itu kritik dan sumbang saran sangat diperlukan guna perbaikan kemudian.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa bisa menyertai dalam menjalankan tugas dan kewajiban kita.







 
 
BAB I
a.      Pendahuluan
            Negara itu adalah organisasi yang menata kehidupan suatu masyarakat secara keseluruhan untuk tujuan-tujuan tertentu. Tujuan yang hendak dicapai berhubungan erat dengan jenis negara. Negara dinasti, negara jajahan, negara kediktatoran proletar dan fasis, negara kapitalis, negara demokrasi pancasila mempunyai tujuan jangka dekat dan jangka jauh yang berlainan atau mungkin berlawanan. Masyarakat suatu negara terdiri atas sejumlah manusia yang mempunyai hubungan kesetiakawanan karena asal-usul, agama, persamaan tempat tinggal, persamaan kepentingan social, ekonomi, kebudayaan dan sebagai kaula negara menumbuhkan kesadaran baru mengenai arti dan kedudukan kaula negara berhadap-hadapan dengan penguasa negara. Perlakuan yang dialami oleh kaula negara dari pihak penguasa negara membina dan menempa pendapat, sikap atau pendirian bersama kaula negara. Masyarakat kaula negara yang mempunyai persamaan kedudukan sebagai obyek pengaturan dan penataan oleh negara dan mempunyai ikatan kesetiakawanan serta kesadaran sebagai kesatuan dalam hubungan keorganisasian negara, kita namakan rakyat. Rakyat sebagai kesatuan hidup cultural itu menjadi satu rakyat dalam arti kaula negara yang kedudukannya ditentukan oleh jenis atau tipe negara itu sendiri. Kedudukan dari rakyat negara jajahan berbeda dengan kedudukan rakyat kelas berbeda dengan kedudukan rakyat demokrasi pancasila.
            Perasaan kesetiakawanan dan kesadaran sebagai kesatuan adalah unsur kejiwaan yang menetukan kelangsungan hidup rakyat, baik dalam hubungan organisasi negara maupun diluar itu. Unsur kejiwaan ini dapat berkembang dengan adanya kemauan rakyat itu untuk mempunyai negara. Dengan adanya unsure kemauan rakyat itu mempunyai negara, maka rakyat itu menjadi satu bangsa. Dalam pengertian sekarang, bangsa itu adalah rakyat yang berkemauan untuk mempunyai negara atau untuk bernegara. Kemauan bernegara ini dapat terpenuhi dan dapat juga tidak terpenuhi. Karena itu, adanya suatu bangsa dapat mendahului eksistensi negara, bersamaan dengan adanya negara atau tumbuh didalam suatu negar yang sudah ada tetapi negara itu tidak dikehendaki atau ditentang oleh bangsa itu. Dengan demikian suatu negara bukan saja dapat menjadikan berbagai kelompok rakyat sebagai rakyat negaranya melainkan berbagai bangsa sebagai kaulanya untuk dikuasai secara paksa. Dari sini dapat disimpulkan bahwa negara itu tidak selalu organisasi suatu bangsa. Dan oleh sebab itu, tidaklah tepat untuk memberi nama ‘’hukum antar bangsa’’ kepada hukum internasional public yang terutama mengatur antar negara dan perserikatan bangsa-bangsa kepada organisasi antar negara seperti yang dilakukan sampai sekarang ini.
           

Kemauan rakyat untuk mempunyai negara sendiri adalah suatu unsure penting bagi tumbuhnya paham kebangsaan atau nasionalisme disamping unsure-unsur lain yang mungkin sudah ada sebelumnya. Sebagai unsure yang berfungsi sebagai pendorong penting bagi adanya nasionalisme dan perkembangan nasionalisme dapat disebut persamaan budaya dan bahasa, kesatuan watak, kesatuan semangat (national spirit volksgeist), kesatuan ideology, agama, dan persamaan tempat tinggal. Paham kebangsaan atau nasionalisme sebagai konsep politik member tempat utama kepada kepribadian bangsa ini dibidang dan dikembangkan perasaan kesetiakawanan nasional, kesatuan bangsa, kesadaran politik bangsa melalui pendidikan umum, pengembangan bahasa dan kebudayaan, pengembangan ideology, bangsa, kebijakan ekonomi, pendidikan politik dan kebijakan politik.


















b.      Latar Belakang
Hukum Tata Negara mempunyai beberapa asas salah satunya adalah Asas kedaulatan rakyat, asas kedaulatan rakyat adalah kewenangan tertinggi yang menentukan segala wewenang yang ada yang tertinggi yang menentukan segala wewenang yang ada dalam suatu negara . Asas Negara Kesatuan pada prinsipnya tanggung jawab tugas tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada ditangan pemerintah pusat. Akan tetapi, system pemerintahan pusat di Indonesia yang salah satunya menganut Asas Negara Kesatuan yang Didesentralisasikan menyebabkan adanya tugas tugas tertentu yang diurus sendiri sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan hubungan kewenangan dan pengawasan.
c.       Rumusan Masalah
1)      Pengertian Asas Kedaulatan Rakyat
2)      Macam-macam kehendak rakyat
3)      Pencerminan Asas Kebangsaan
d.      Tujuan Penulisan
1)      Untuk mengetahui Asas Kedaulatan Rakyat
2)      Untuk berbagi ilmu tentang Hukum Tata Negara
3)      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Negara












BAB II
PEMBAHASAN
                Istilah kedaulatan rakyat dipergunakan dalam berbagai macam pengertian. Dalam hukum internasional pengertian berdaulat itu ditujukan kepada negara-negara yang berhak menentukan urusannya sendiri baik yang menyangkur masalah-masalah dalam negri maupun luar negeri tanpa adanya campur tangan dari negara lainnya. Kedaulatan kedalam dinyatakan dalam wewenangnya untuk membentuk organisasi dari pada negara menurut keinginanya sendiri, yang meliputi tugas-tugas – tugasnya dalam bidang legislative, eksekutif, dan yudikatif, keluar dinyatakan dalam wewenangnya untuk mengadakan hubungan diplomatic dengan negara-negara lain atau dalam kekuasannya untuk menyatakan perang atau damai dengan negara-negara lain.
            Dalam hukum tata negara pengertian kedaulatan itu bisa relative artinya bahwa kedaulatan itu tidak hanya dikenal pada negara-negara yang mempunyai kekuasaan penuh keluar dan kedalam, tapi juga bisa dikenakan kepada negara-negara yang terkait dalam suatu perjanjian yang  berbentuk traktat atau dalam bentuk konfederasi, dan yang paling akhir jika kedaulatan itu hanya diartikan sebagai kekuasaan untuk mengurus rumah tangga sendiri yang disebut sebagai onotomi.
            Arti kedaulatan mengalami perubahan-perubahan sepanjang perkembangan sejarah manusia. Pertama-tama adalah Jean Bodin dalam bukunya ‘’Sir livres de la republique’’ yang mengartikan kedaulatan itu sebagai :
                ‘’La republique est un droit gouverment de plusieurs ménages et de qui leur est commun avec puissance souveraine’’ dan ia puissance absolute et perpetueele d’ume republique.
                Jadi, suatu kedaulatan itu tidak terpecah-pecah karena dalam suatu Negara hanya terdapat satu kekuasaan tertinggi. Aseli karena kekuasaan yang tertinggi tidak berasal dari kekuasaan yang lebih tinggi dan tidak terbatas karena tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi yang membatasi kekuasaan itu. Pengertian ini timbul dinegara-negara dimana tumbuh kekuasaan raja yang mutlak. Sebelumnya itu pada abad pertengahan di Perancis tidak hanya dikenal  raja saja yang berdaulat, tetapi juga pra baron yang menjalankan kekuasaan pemerintahan dalam daerahnya sebagai ‘’vazal’’ raja. Jadi berdaulat atau souverein (supermus atau superior) mengandung pengertian meningkat diatas para baron dan kekuasaan itu berubah sifatnya menjadi superlative, sehingga hanya raja yang berdaulat.

 



Dari pendapat Jean Bodin tersebut lalu dikembangkan oleh:
1.       Jeremy Bentham dan John Austin (Inggris) : kedaulatan parlementer.
2.       Thomas Hobbes : teori kontrak social yang dikembangkan lagi oleh :
a.       John Locke : teori kedaulatan rakyat di AS
b.      J.J Rousseau : teori kedaulatan bangsa di perancis
c.        GWF Hegel : teori kedaulatan pluralis di Jerman.
                Sedangkan ajaran kedaulatan rakyat lahir dari J.J Rousseau sebagai kelanjutan dari filsafatnya yang bersumber kepada perasaan. Berbeda dengan ahli-ahli filsafat pada zamannya yang lebih mementingkan ilmu pengetahuan berdasarkan hyper-intelektualisme dengan penemuan-penemuannya yang baru dan denga usahanya untuk mencari penghalusan dalam kehidupan sehari-hari, pada hakekatnya akan membawa akibat bagi umat manusia kearah kemerosotan dalam hidupnya. Kemajuan-kemajuan dalam teknik, berdirinya industry-industri hanya mempertajam dadanya kemewahan disatu pihak dan kemiskinan dipihak lain hal ini disebabkan karena manusia telah hidup menyimpang dari naluri-naluri yang dibawa sejak lahirnya sebagai pemberian tuhan. Jadi manusia menurut Rousseau itu dilahirkan sebagai mahluk yang baik. Kemudian orang hendak mencari apakah sebabnya maka dalam pergaulan hidup manusia itu senantiasa terdapat kekuasaan.
            Ajaran kedaulatan rakyat berpangkal tolak kepada hasil penemuannya bahwa tanpa tata tertib dan kekuasaan, manusia akan hidup tidak aman dan tidak tentram. Tanpa tata tertib manusia merupakan binatang yang buas ‘’homo homoni lupus’’, dan kehidupan itu berubah menjadi perang antar sesame manusia ‘’BELUM OMNIUM COMTRA OMNES’’. Itulah sebabnya manusia-manusia bersepakat untuk mendirikan negara, dan untuk itu mereka mengadakan perjanjian masyarakat. Jalan yang ditempuh bermacam-macam. Menurut pendapt yang satu, maka kekuasaan itu berpindah kepada penguasa yang kini mempunyai kekuasaan mutlak. Ialah berdaulat. Pendapat yang lain beranggapan bahwa manusia sejak dilahirkan telah membawa hak. Untuk menjamin ghak-hak itu maka mereka mengadakan perjanjian masyarakat. Jadi tugas itu adalah melindungi hak-hak rakyat. Jika penguasa tidak menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya, maka ini berarti bahwa pihak penguasa telah melanggar perjanjian dan rakyat dapat mengambil tindakan seperlunya terhadap pelanggaran itu. Dalam pengertian pertama dan kedua tersebut dimuka, penguasa adalah berdaulat dan kedaulatan itu adanya berdasarkan perjanjian masyarakat.
            Berbeda halnya dengan apa yang diuraikan dimuka adalah kontruksi Rousseau. Menurut pendapatnya rakyat tidak menyerahkan kekuasaan kepada pihak pertama, Karena pada perjanjian masyarakat sendiri sbagai satu keseluruhan. Penguasa menjalankan kekuasaannya tidak karena  menarik kembali mandate itu.
           

            Ajaran Rousseau yang mempertahankan bahwa kedaulatan itu tidak bisa lepas dari rakyat (onvervreemdbeer) dalam praktek tidak benar dengan adany kekuasaan yang diwakilkan itu. Dalam ajarannya yang penting adalah bahwa kedaulatan itu dinyatakan dalam bentuk pernyataan kehendak, sehingga kedaulatan rakyat itu diwujudkan dalam pernyataan untuk menyampaikan kehendaknya. Kehendak rakyat itu disampaikan dalam dua cara yaitu :
1.      Kehendak rakyat seluruhnya yang dinamakan volonte de tous.
2.       Kehendak sebagian besar dari rakyat yang dinamakan volonte generale
                Volonte tous hanya dipergunakan oleh rakyat seluruhnya sekali saja waktu negara hendak seluruhnya sekali saja waktu negara hendak dibentuk melalui perjanjian masyarakat. Maksud volonte de tous ini memberi dasar agar supaya negara dapat berdiri abadi, karena ini merupakan kebulatan kehendak, dan jika negara itu sudah berdiri pernyataan setuju tidak dapat ditarik kembali. Untuk selanjutnya Volonte de tous ini sudah tidak terpakai lagi, karena setiap keputusan harus dilakukan dengan suara bulat, maka roda pemerintahan tidak dapat berjalan.
                Vonte generale dinyatakan setelah negara berdiri, yaitu dengan pernyataan kehendak rakyat melalui suara terbanyak. Cara demikian ini yang lazim dipergunakan dalam negara-negara demokrasi barat. Jadi kedaulatan rakyat yang dimaksud oleh Rousseau itu sama dengan keputusan suara terbanyak. Disinilah sebenarnya Rousseau tidak konsekwen dengan arti kedaulatan rakyat yang disamakandengan suara terbanyak atau diktatur suara terbanyak. Apa sebab Rousseau menyamakan ketiga hal tersebut diatas, yaitu karena suara-suara minoritas menurut pandangannya adalah suara tidak membawakan kehendak atau kepentingan umum dan suara yang sedikit itu olehnya dianggap sebagai penyimpangan dari kepentingan umum.
                Hampir setiap negara mencantumkan asas kedaulatan rakyat ini dalam UUDnya, walapun asa ini hanya merupakan mitos saja. Karena dalam praktek akhirnya orang yang satu dibedakan dari orang yang lainnya, lebih kaya, lebih terampil, lebih kedudukannya, lebih banyak kesempatan dan sebagainya, sehingga dala kenyataan yang berdaulat dalam negara itu adalah segolongan kecil manusia dalam masyarakat. Golongan ini karena kelebihannya merupakan golongan yang memerintah the rulling class atau juga elit.
Pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945, ditetapkan bahwa :
‘’Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar’’.
Dalam pasal tersebut diatas itu mengandung tiga makna, yaitu :
a.       Kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh seluruh lembaga negara yang ditetapkan dalam UUD,
b.      Kedaulatan rakyat harus tunduk pada konstitusi : supremasi konstitusi.
c.       Kedaulatan rakyat dibatasi aturan UUD : demokrasi konstitusional


 


                Berdasarkan pasal tersebut diatas maka Negara RI berdasarkan UUD 1945, menganut asas kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat member konotasi yang bertumpu kepada pengertian bahwa kekuasaan yang tertinggi didalam Negara RI berdasarkan UUD 1945 ada ditangan rakyat Indonesia. Jadi dalam sistim politik yang berkedaulatan rakyat, maka rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk memberikan dan atau menentukan putusan-putusan politik yang terakhir. Dalam hal ini, apabila sudah terdapat putusan politik dari rakyat maka konsekwensinya semua pihak baik penguasa maupun rakyat itu sendiri harus patuh dan melaksanakannya, tanpa ada alas an apapun yang dapat dipergunakan untuk melakukan penyimpangan atau penyelewangan, kecuali memang diperbolehkan  (ditentukan demikian) menurut peraturan perundang yang berlaku. Demikian itulah menurut aturan permainan system demokrasi.
                Pada waktu sekarang sudah tidak memungkinkan lagi, untuk meminta dan atau memperoleh putusan-putusan politik secara langsung dari seluruh rakyat bagi segala macam permasalahan dan secara terus menerus, sehingga seolah-olah tergambar bahwa asas kedaulatan rakyat di negara tersebut selalu dilaksanakan secara langsung dan murni. Alasan mengapa hal tersebut tidak dapat lagi dilaksanakan, kiranya disebabkan adanya beberapa hal, yaitu :
a.      Rakyat negara pada umumnya berjumlah besar
b.      Wilayah negara pada umumnya luas, lebih-lebih yang terdiri atas pulau-pulau
c.      Urusan kenegaraan dibidang politik, pada waktu sekarang sudah sangat kompleks, beraneka ragam macamnya, tidak sesederhana seperti zaman dahulu
d.      Keadaan rakyat suatu negara pada waktu sekarang sudah heterogen, terutama tingkat pendidikan dan pengetahuannya
e.      Rakyat suatu negara pada waktu sekarang sudah disibukkan dengan urusannya masing-masing

            Karena itulah, umumnya negara-negara yang menganut asas berkedaulatan rakyat, pada waktu sekarang, realitasnya yang murni dilaksanakan tiap kali secara ajeg dan kontinyu dengan jalan melaksanakan pemilu. Misalnya tiap 4 tahun sekali, tiap 5 tahun sekali, tiap 7 tahun sekali  dan sebagainya menurut peraturan perundangan yang mengaturnya. Dalam hal ini, pemilu bermaksud untuk membentuk suatu badan atau lembaga yang menjadi wadah para wakil rakyat yang represebtatif (mencerminkan kehendak rakyat). Adapun tujuan pembentukan badan atau lembaga perwakilan rakyat itu sendiri, adalah agar dapat dilimpahkan (didelegasikan) kekuasaan melaksanakan kedaulatan rakyat, dari seluruh rakyat selaku pemilik, kepada lembaga perwakilan tersebut, selaku pemegang kuasa (mandataris) dari rakyat.
           

            Apabila system pendelegasian untuk melaksanakan kekuasaan negara tertinggi tidak dilakukan, maka akan timbul kesukaran, karena tidak mungkin seluruh rakyat suatu negara yang berjumlah jutaan orang itu, beramai-ramai menjalankan kekuasaan negara tertinggi tersebut setiap waktu, untuk menetapkan putusan politik oleh seluruh rakyat suatu negara mengenai berbagai bidang secara terus-menerus tidak mungkin dilakukan. Sebab dalam praktek untuk menetapkan suatu putusan oleh kelompok orang berjumlah besar akan lebih sukar dicapai bila dibandingkan dengan penetapan keputusan oleh kelompok yang berjumlah anggota jauh lebih sedikit. Hal ini lebih terlihat lagi bila kelompok yang lebih kecil itu merupakan anggota suatu lembaga yang dipersiapkan untuk mengetahui dan memahami masalahnya, sehingga secara relative akan lebih mudah untuk menentukan sikap atau tindakan guna menyelesaikannya. Padahal, dalam praktek ketatanegaraan, macam putusan politik yang harus diselesaikan berjumlah tidak sedikit dan beraneka ragam bidangnya. Apabila untuk mengambil atau menetapkan suatu putusan saja sudah memerlukan waktu yang lama, maka pasti akan terjadi penumpukan masalah, sehingga akan mengakibatkan kurang lancarnya pelaksanaan pemerintahan negara.
            Dengan dapat dibentuknya badan atau lembaga perwakilan rakyat yang representative fan berfungsi sebagai pemegang kuasa kedaulatan, serta untuk melaksanakan kekuasaan negar tersebut, maka hal ini berarti dapat dilakukan pembentukan pemerintahan negara yang bersih dan sesuai dengan kehendak rakyat sehingga berwibawa.
            Kecuali itu, pemilihan umum dalam hal ini juga berarti adanya kesempatan beralihnya kekuasaan negara dari pemegang yang lama kepada pemegang yang baru sesuai degan kehendak rakyat secara damai tanpa pertumpahan darah, sehingga tidak terjadi ‘’coup’d eta’’ (perebutan kekusaan dengan paksa).








 



BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka penulis dapat merumuskan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :
1.      Kedaulatan rakyat adalah kewenangan tertinggi yang menentukan segala wewenang yang ada yang tertinggi yang menentukan segala wewenang yang ada dalam suatu negara.
2.      Suatu negara yang menganut asas kedaulatan rakyat, disebut juga sebagai negara demokrasi. Karena dalam pengertian murninya rakyat secara keseluruhan ikut menentukan jalannya pemerintahan (direct democracy).
3.      Dalam hukum tata negara pengertian kedaulatan itu bisa relative artinya bahwa kedaulatan itu tidak hanya dikenal pada negara-negara yang mempunyai kekuasaan penuh keluar dan kedalam, tapi juga bisa dikenakan kepada negara-negara yang terikat dalam suatu perjanjian yang berbentuk traktat atau dalam bentuk konfederasi, dan yang paling akhir jika kedaulatan itu hanya diartikan sebagai kekuasaan untuk mengurus rumah tangga sendiri yang disebut onotomi.
Asas kedaulatan pertama kali dikemukakan oleh John Bodin (1530-1597), Dari pendapat Jean Bodin tersebut lalu dikembangkan oleh :
1.      Jeremy Bentham dan John Austin ( Inggris ) : kedaulatan parlementer
2.      Thomas Hobbes : teori kontrak social yang dikembangkan lagi oleh :
a.      John Locke : teori kedaulatan rakyat di AS
b.      J.J Rousseau : teori kedaulatan bangsa di Perancis
c.       GWF Hegel : teori kedaulatan pluralis di Jerman








DAFTAR PUSTAKA
Ø  Kakpanda.blogspot.com/2012/12/asas-hukum-tata-negara.html?m=1



Tidak ada komentar:

Posting Komentar