Kesiapan Indonesia menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN, khususnya di bidang Perdagangan
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
AEC adalah bentuk kerjasama ekonomi
regional asia yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015 tepatnya bulan
desember. Tujuan utama AEC adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan
basis produksi diaman terjadi arus barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja
terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas.
Keterlibatan
semua pihak diseluruh negara anggota ASEAN mutlak diperlukan agar dapat
mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang kompetitif bagi kegiatan investasi dan
perdagangan yang bebas yang pada gilirannya dapat memberikan manfaat bagi
seluruh anggota ASEAN. Bagi Indonesia, dengan jumlah populasi, luas dan letak
geografi serta nilai PDB terbesar di ASEAN harus menjadi aset agar Indonesia
bisa menjadi pemain besar dalam AEC 2015 nanti.
Indonesia kini tengah berpacu
dengan waktu dalam menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa
disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai pada tahun
2015.
ASEAN telah menyepakati sector-sector prioritas menuju momen tersebut. Ketika berlangsung ASEAN Summit ke-9 tahun 2003 ditetapkan 11 Priority Integration Sector (PIS). Namun pada tahun 2006 PIS yang ditetapkan berkembang menjadi 12 yang dibagi dalam dua bagian yaitu tujuh sector barang industri dan lima sector jasa. Ke-7 sector barang Industri terdiri atas produk berbasis pertanian, elektronik, perikanan, produk berbasis karet, tekstil, otomotif, dan produk berbasis kayu. Sedangkan kelima sector jasa tersebut adalah transpotasi udara, e-asean, pelayanan kesehatan, turisme dan jasa logistic.
ASEAN telah menyepakati sector-sector prioritas menuju momen tersebut. Ketika berlangsung ASEAN Summit ke-9 tahun 2003 ditetapkan 11 Priority Integration Sector (PIS). Namun pada tahun 2006 PIS yang ditetapkan berkembang menjadi 12 yang dibagi dalam dua bagian yaitu tujuh sector barang industri dan lima sector jasa. Ke-7 sector barang Industri terdiri atas produk berbasis pertanian, elektronik, perikanan, produk berbasis karet, tekstil, otomotif, dan produk berbasis kayu. Sedangkan kelima sector jasa tersebut adalah transpotasi udara, e-asean, pelayanan kesehatan, turisme dan jasa logistic.
Keinginan
ASEAN membentuk MEA didorong oleh perkembangan eksternal dan Internal kawasan.
Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi baru, dengan
disokong oleh India, Tiongkok, dan negara-negara ASEAN. Sedangkan secara
Internal, kekuatan ekonomi ASEAN sampai tahun 2013 telah menghasilkan GDP
sebesar US(dollar) 3,36 triliun dengan laju pertumbuhan sebesar 5,6 persen dan
memiliki dukungan jumlah penduduk 617,68 juta orang. Tulisan ini secara ringkas
akan menganalisis peluang Indonesia menghadapi persaingan dalam MEA.
1.2
Permasalahan
Salah
satu ancaman terbesar Indonesia terhadap duniausaha kecil dan menengah adalah
ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diberlakukan pada tahun 2015 yang akan
dating. Pada konteks perdagangan ASEAN tersebut, Indonesia justru menjadi
potensi untuk dijadikan basis konsumsi terbesar di ASEAN, sebab dengan 241 juta
jiwa lebih penduduk Indonesia dapat diartikan sebagai pasar yang menggiurkan
bagi segala pihak. Untuk menghadapi hal tersebut Indonesia perlu memiliki
langkah strategis menghadapi agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
MEA harus
dianggap sebagai kesempatan dibandingkan
sebagai kerugian. Jika berbenah serta terus meningkatkan daya saing, Indonesia
diyakini akan berhasil. Pertanyaan yang sering mengemuka terkait dengan
pemberlakuan MEA 2015 ini adalah siapakah pelaku usaha nasional menghadapinya?
Ini lantaran MEA memberikan peluang yang harus diraih sekaligus tantangan yang
harus dihadapi. Spiritnya tentu saja siap atau tidak siap pengusaha nasional,
termasuk pengusaha perbankan dan lembaga keuangan lainnya harus tetap bersiap
menyongsong diberlakukannya MEA 2015.
BAB II
PEMBAHASAN
3.1
Kerja sama ASEAN
Sejalan dengan pesatnya
dinamika hubungan antar-bangsa diberbagai kawasan, ASEAN2 menyadari
pentingnya integrasi negara-negara di Asia Tenggara. Pada pertemuan informal
para Kepala Negara ASEAN di Kuala Lumpur tanggal 15 Desember 1997 disepakati
ASEAN Vision 2020 yang kemudian
ditindak lanjuti dengan pertemuan di Hanoi yang menghasilkan Hanoi Plan of Action (HPA). Visi 2020 termasuk
HPA berisi antara lain: kondisi yang ingin diwujudkan di beberapa bidang,
seperti orientasi ke luar, hidup berdampingan secara damai dan menciptakan
perdamaian Internasional.
Beberapa agenda kegiatan yang
akan dilaksanakan untuk merealisasikan visi 2020 adalah dengan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, ekonomi, lingkungan hidup, social, teknologi, hak
cipta intelektual, keamanan dan perdamaian, serta turisme melalui serangkaian
aksi bersama dalam bentuk hubungan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan
diantara negara-negara anggota ASEAN.
Selanjutnya pada KTT ASEAN ke 9
di Bali pada tahun 2003 dihasilkan Bali
Concord II, yang meyepakati pembentukan ASEAN
Community untuk mempererat integrasi ASEAN. Terdapat tiga komunitas dalam ASEAN Community yang disesuaikan dengan
tiga pilar didalam ASEAN Vision 2020, yaitu pada bidang kemanan politik ( ASEAN
Political-Security Community ),
Ekonomi ( ASEAN Economic Community ),
dan social budaya ( ASEAN Socio-Culture
Community ). MEA adalah tujuan akhir integrasi ekonomi seperti yang
dirancangkan dalam ASEAN Vision 2020, adalah :
‘’To create a stable, prosperous and highly competitive ASEAN economic
region in which there is free flow of goods, services, investment, skill labor
and freer flow of capital, equitable economic development and reduced poverty
and socio-economic disparities in year 2020’’
1.Kerja Sama ASEAN Harus Diperluas”,Media
Indonesia, 11 Mei 2014
2.Asean : Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, yang didirikan
tanggal 8 agustus 1967 di Bangkok
3.2 Beberapa pasal dinilai penting
untuk menghadapi MEA 2015.
FNH
Persiapan menhadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC) yang akan digelar
pada 2015 mendatang tampaknya benar-benar direlisasikan oleh DPR dan Pemerintah
melalui berbagai instrument kebijakan. Terakhir, DPR dan Pemerintah mengaturnya
dalam UU Perdagangan yang
baru disetujui bersama pada Selasa (12/2). Salah satu yang diatur adalah jasa.
Wakil menteri
Perdagangan (Wamendag) Bayu Krishnamurti menjelaskan UU Perdagangan mencakup
bukan hanya barang tetapi juga jasa yang bisadierdagangkan (trade on services).
Sektor jasa ini sengaja dimasukan kedalam UU Perdagangan guna meghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA 2015 mendatang.
Bayu mengatakan, setidaknya ada tiga pasal yang, mengatur tentang bidang
jasa dalam UU Perdagangan dan menjadi bagian penting dalam pelaksanaan MEA
2015, yakni pasal 4 ayat (2), pasal 20 dan pasal 21. Lingkup pengaturan bidang
jasa, sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat(2) meliputi 12 sektor ini, jasa
bisnis, jasa distribusi, jasa komunikasi, jasa pendidikan, jasa lingkungan
hidup, jasa keuangan, jasa konstruksi dan teknik terkait, jasa kesehatan
social, jasa rekreasi, kebudayaan dan olahraga, jasa pariwisata, jasa
transpotasi dan jasa lainnya. ‘’ beberapa pasal ini penting untuk menghadapi
AEC, terutama pasal 21, ‘’ kata Bayu dalam konferensi pers di Kantor Kemendag
Jakarta, Rabu (12/2).
Pasal 20
menyebutkan Penyedia Jasa yang bergerak di bidang Perdagangan Jasa wajib
didukung tenaga teknis yang kompoten sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Penyedia Jasa yang tidak memiliki tenaga teknis yang
kompoten dikenai sanksi administrative berupa peringatan tertulis, penghentian
sementara kegiatan usaha, atau Pencabutan izin usaha.
Dalam pasal 21 UU
Perdagangan, dijelaskan bahwa pemerintah dapat memberi pengakuan terhadap
kompotensi tenaga teknis dari negara lain berdasarkan perjanjian saling
pengakuan secara bilateral atau regional. Menurut Bayu, pasal ini menjadi
strategis bagi Kemendag karena selama ini Kemendag belum memiliki dasar hukum yang
jelas dalam hal melakukan negoisasi dengan negara-negara lain
1. Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju
ASEAN Economic
Community 2015, 2009.
Salah satu yang
selama ini belum tegas cantolan hukumnya dalam konteks kewenangan kemendag
adalah pembicaraan dengan negara lain. Melalui pasal 21 Pemerintah bisa
memberikan pengakuan secara teknis dari sesuai ketentuan. ‘’ ini penting antara
lain dalam kita menghadapi AEC.’’ Jelas Bayu.
Pasal 21 ini,
lanjutnya, memberikan guidance kepada
pemerintah dalam hal melakukan perundingan dan negoisasi dengan negara-negara
lain. Yang tak kalah penting lagi, sector jasa merupaka sector yang dapat
mendongkrak daya saing dari ekspor. Kedepannya, sector jasa akan semakin
menentukan daya saing Indonesia sehingga perlu diatur dalam UU perdagangan.
Namun jika dilihat
dari luang lingkupnya, Bayu menyatakan tidak semua jasa-jasa ini menjadi
tupoksi Kemendang. Tetapi mengingat cakupan yang lebih besar dan tak sekedar
kewenangan dan tupoksi Kemendag. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
Kemendag dalam melaksanakan amanat dari UU Perdangan ini.
Selain itu, didalam
UU ini, juga diatur adalah penyedia jasa yang bergerak dibidang jasa wajib
didukung tenaga teknis yang kompoten, sesuai peraturan perundangan-undangan
yang terkait. Hal ini jela disebutkan dalam pasal 20 UU Perdagangan. ‘’ Jadi
kalau tadi ada jasa pendidikan, jadi badan usaha yang bergerak pada sector ini
wajib didukung tenaga teknis yang kompoten dibidang pendidikan,’’ ucap Bayu.
Berdasarkan data
yang dimiliki oleh Kemendag, ekspor jasa yang besar adalah komponen-komponen
dibidang transpotasi, jasa dibidang perjalanan dan jasa dibidang bisnis
lainnya. ‘’ Maka dari itu perlu diberikan perhatian khusus dalam bidang jasa,’’
pungkasnya.
Untuk membantu
tercapainya integrasi ekonomi ASEAN melalui AEC
Blueprint yang memuat empat pilar utama yaitu (1) ASEAN sebagai pasar
tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas
barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih
bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan
elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan
intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce; (3) ASEAN
sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen
pengembangan usaha kecil dan menengah,
dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, dan
Vietnam; dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan
perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan
ekonomi diluar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi
global.
Dengan berlakunya MEA 2015, berarti negara-negara ASEAN menyepakati
perwujudan integrasi ekonomi kawasan yang penerapannya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint.
AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara Anggota ASEAN dalam
mewujudkan AEC 2015/
3.3 Posisi Indonesia
Guna menyambut era perdagangan bebas
ASEAN di ke-12 sektor yang telah disepekati, Indonesia telah melahirkan
regulasi penting yaitu UU No.7 Tahun 2014 tentang perdagangan yang telah
diperkenalkan ke masyarakat sebagai salah satu strategi Indonesia membendung
membanjirnya produk impor masuk ke Indonesia. UU ini antara lain mengatur
ketentuan umum tentang perjanjian bagi pelaku usaha yang terlibat dalam
kegiatan perdagangan agar menggunakan bahasa Indonesia didalam pelabelan, dan
peningkatan pengguna produk dalam negri. Melalui UU ini pula pemerintah
diwajibkan mengendalikan ketersediaan bahan kebutuhan pokok bagi seluruh
wilayah Indonesia. Kemudian menentukan larangan atau pembatasan barang dan jasa
untuk kepentingan nasional untuk melindungi keamanan nasional.
Regulasi tersebut
terasa penting bila mempertimbangkan kondisi perdagangan Indonesia selama ini
belum optimal memanfaatkan potensi pasar ASEAN. Pada periode Januari-Agustus
2013 misalnya ekspor Indonesia ke pasar ASEAN baru mencapai 23% dari nilai
total ekspor Hal ini antara lain karena tujuan ekspor Indonesia masih terfokus
pada pasar Tradisional seperti Amerika Serikat, Tiongkok dan Jepang. Tingkat
utilitasi prefensi tarif ASEAN yang digunakan eksportir Indonesia untuk
penetrasi ke pasar ASEAN baru mencapai 34,4%. Peringkat Indonesia menurut global competitivines index masih berada
pada posisi ke-38 dari 148 negara. Sementara Singapura menempati posisi ke-2,
Malaysia di posisi ke-24, Thailand diposisi 37, Vietnam ke-70 dan Filipina
posisi 59.
Ketatnya persaingan
dipasar ASEAN lebih jauh dapet disimak dari kinerja perdagangan Indonesia tahun
2014. Sampai bulan Maret 2014, transaksi perdagangan Indonesia Surplus hingga
673,2 juta dollar AS. Surplus didapat dari selisih antar nilai ekspor yang
mencapai 15,21 milliar dengan impor 14.54 miliar dollar AS. Namun demikian,
Indonesia perlu memberi perhatian khusus terhadap transaksi dagang dengan
Thailand yang akan bersama-sama terlibat dalam MEA 2015. Pada Maret 2014 ini,
Indonesia mengalami deficit dagang dengan Thailand sampai 1.048 miliar dollar
AS.
Lebih jauh lagi,
surplus perdagangan Indonesia pada bulan 2014 ini belum mencerminkan kekuatan
struktur ekspor Indonesia. Industri pengolahan produk ekspor masih bergantung
pada bahan baku impor. Kondisi ini sangat rentan karena berarti Indonesia
sangat bergantung pada ketersediaan baku dunia. Karena itu arah kebijakan
ekonomi Indonesia mulai tahun 2015 harus lebih jelas seiring dengan berlakunya
pasar bebas ASEAN.
Karenanya, menghadapi MEA 2015, Indonesia masih mempunyai berbagai
pekerjaan rumah yang harus ditingkatkan agar tetap mempunyai daya saing. Untuk
pilar social budaya, Indonesia masih perlu kerja keras mengingat masih banyak
warga Indonesia yang belum mengetahui tentang ASEAN. Padahal salah satu kunci
keberhasilan MEA adalah konektivitas atau kontak antara satu warga negara
dengan warga negara ASEAN lainnya. Pemahaman warga negara di Asia Tenggara
terhadap MEA belum sampai 80 persen. Karena itu, sosialisasi MEA menjadi sangat
penting terhadap seluruh warga negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk
terbesar di ASEAN. Kekuatiran yang muncul adalah Indonesia hanya akan menjadi
pasar bagi produk sejenis dengan negara ASEAN lainnya.
Untuk pilar ekonomi
Indonesia juga masih harus meningkatkan daya produk Indonesia. Indonesia masih
harus mengembangkan industry yang berbasis nilai tambah. Oleh karena itu
Indonesia perlu kerja keras melakukan hilirisasi produk. Dari sisi hulu,
Indonesia sudah menjadi produsen yang diandalkan mulai dari pertanian,
kelautan, dan perkebunan. Tetapi semua produk tersebut belum sampai ke hilir
untuk mengurangi impor barang jadi, sebab Indonesia telah memiliki bahan baku
yang cukup.
Dari sisi
liberalisasi perdagangan, produk Indonesia praktis tidak terlalu menghadapi
masalah sebab hampir 80 persen perdagangan Indonesia sudah bebas hambatan.
Bahkan ekonomi yang berbasis kerakyatan (UMKM) berpeluang menembus pasar negara
ASEAN. Pemerintah telah melakukan upaya percepatan pemerataan pembangunan
sebagai bagian dari penguatan ekonomi kerakyatan. Atara tahun 2011-2013,
investasi Indonesia banyak diarahkan pada wilayah-wilayah diluar pulau jawa
dengan memberikan rangsangan tax holiday.
Dengan demikian, pusat pertumbuhan ekonomi dimasa depan bukan hanya terpusat
dijawa saja tetapi juga diluar jawa. Usaha lain yang dilakukan pemerintah
adalah dengan membentuk cluster untuk pembinaan UMKM agar m emiliki daya saing.
Halaman 7
Bukan hanya tantangan yang akan dihadapi tetapi juga peluang.
Sekor-sektor yang akan menjadi Unggulan Indonesia dalam MEA 2015 adalah Sumber
Daya Alam (SDA), Informasi Teknologi, dan Ekonomi Kreatif. Ketiga sector ini
merupakan sector terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
yang lain. Selain itu, dampak masuknya Tenaga Kerja Asing (TEA) ke Indonesia
harus dipastikan bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Menurut Direktur
Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE)
Hendri Saparini, kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 baru mencapai 82
persen. Hal itu ditenggarai dari empat (4) isu penting yang perlu segera
diantisipasi pemerintah dalam menghadapi MEA 2015, yaitu: 1.) Indonesia
berpotensi sekedar pemasok energy dan bahan baku bagi industrilasasi dikawasan
ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam minimal,
tetapi deficit neraca perdagangan barang Indonesia yang saat ini paling besar
diantara negara-negara ASEAN semakin bertambah, 2.) melebarkan deficit
perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan barang. 3.) membebaskan aliran
tenaga kerja sehingga Indonesia harus mengantisipasi dengan menyiapkan strategi
karena potensi membanjirnya Tenaga kerja Asing (TKA), dan 4.) masuknya
Investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN.
Dengan demikian
didalam perdagangan bebas aka nada hal positif dan negative yang akan dialami
setiap negara yang terlibat didalamnya. Tantangan bagi Indonesia kedepan adalah
mewujudkan perubahan bagi masyarakatnya agar siap menghadapi perdagangan bebas
di maksud.
1. Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju
ASEAN Economic
3.4 Langkah –langkah
Strategis dalam menghadapi AEC 2015
1.
Penyesuaian
persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual
(reformasi regulasi)
2.
Peningkatan
kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun
professional.
3.
Penguatan
posisi usaha skala menengah, kecil, dan usaha pada umumnya;
4.
Penguatan
kemitraan antara sector public dan swasta;
5.
Menciptakan
iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi, yang
merupakantujuan utama pemerintah dalam program reformasi komprehensif
diberbagai bidang sebagai seperti perpajakan, kepabean, dan birokrasi
6.
Pengembangan
sector-sector prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan
7.
Peningkatan
partisipasi institusi pemerintah maupun swasta untuk mengimplemasikan AEC
Blueprint;
8.
Reformasi
kelembagaan dan kepemerintahan. Pada hakikatnya AEC Blueprint juga merupakan
program reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi bagi reformasi di
Negara Anggota ASEAN termasuk Indonesia
9.
Penyediaan
kelembagaan dan permodalan yang mudah
diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala
10.
Perbaikan
infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan infrastruktur seperti
transpotasi, telekomunikasi, jalan tol, pelabuhan, revitalisasi, dan restruksi
industri
3.5 Alasan ada beberapa factor yang
menjadi permasalahan dalam pelaksanaannya antara lain :
1.Sistem perdagangan yang belum
tertata dengan baik
Sistem
perdagangan yang belum tertata baik menyebabkan harga daging dalam negeri lebih
mahal disbanding harga daging impor. Banyaknya perantara dari RPH ke pedagang
dipasaran menyebabkan banyak juga uang yang harus dikeluarkan setiap tangan
untuk mendistribusikan daging ke pengecer akhir. Biaya yang dikeluarkan apabila
dihitung untuk mengirim daging dari wilayah jawa ke Sumatra lebih besar
disbanding dengan mengimpor daging atau sapi untuk penggemukan dari negara luar
Alasannya
dalam melakukan impor, tidak hnya melibatkan banyak pihak sehingga uang
‘jalan’pun tidak banyak dikeluarkan. Setiap pengangkutan daging ke
wilayah-wilayah di Indonesia, harus membayar uang keamanan baik dipelabuhan,
dijalan kepada preman maupun aparat kepolisian. Sifat tamak ini tidak akan
pernah berkurang jika system perdagangan dan system-sistem terkait belum ditata
dengan baik.
2.Keterbatasan Informasi dan peran penyuluh yang
kurang aktif
Kurang pahamnya para peternak
tentang program swasembada daging menjadi salah satu factor yang menyebabkan
belum terealisasinya program pemerintah ini. Peternak secara tidak langsung
tidak memperhatikan sapi produktif atau tidak produktif, yang mereka jual
ketika demand daging sapi dipasaran melonjak. Peternak hanya memikirkan
keuntungan yang didapat tanpa memikir keuntungan yang didapat tanpa berpikir
dampaknya bagi ketersediian populasi sapi yang ada.
Faktor lain yang menjadi akar
permasalahannya adalah kurang aktifnya penyuluh lapangan dalam menyampaikan
informasi kepada para peternak. Penyuluh dalam hal ini bisa para mahasiswa
peternak yang langsung turun ke masyarakat untuk memberikan penyuluhan. Apabila
para penyuluh pemerintahan aktif untuk terjun ke lapangan dan membina para
peternak akan berpikir ulang untuk mejual sapi betina untuk dipotong.
3.Akses
transpotasi yang sulit
Masalah transpotasi merupakan
masalah missal untuk semua sector bidang terutama terkait pasokan ke
daerah-daerah yang membutuhkn transpotasi yang memadai dan sarana prasana yang
mendukung. Hal ini menunjukan buruknya infrastruktur yang mendukung ketahanan
pangan Indonesia. Armada laut, darat, dan udara memiliki peran yang penting.
Hal tersebut dapat menekan biaya distribusi apabila dilakukan pengangkutan
melalui tida jalur. Harga daging di daerah NTT dan sekitarnya cukup murah,
tetapi jadi lebih mahal akibat masalah didalam pendistribusian. Baik dari
individunya maupun fasilitas yang kurang memadai.
Pengadaan kapal khusus ternak
rencananya akan dikeluarkan maret lalu ternyata terhambat akibat masalah yang
klasik yaitu ‘’ANGGARAN’’. Sistem birokrasi yang berbelit-belit membuat
anggaran dan perijinan yang semestinya harus cepat dikeluarkan malah dihambat.
Sudah menjadi budaya di Indonesia.
4.Program
pemerintah yang masih menyulitkan dan belum pro peternak kecil
Pemerintah memiliki beberapa
program kredit yang bisa dimanfaatkan para peternak, diantaranya Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), maupun
Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK). Program yang diberikan pemerintah selama
ini yang untuk usaha pembibitan dan budidaya ternak seperti pinjaman modal dan
kredit hanya menguntungkan pengusaha-pengusaha besar, sedangkan para peternak
kecil, merasa keberatan dengan tingkat bunga yang ditawarkan. Hal ini tentu
membuat jurang pemisah antara peternak kecil dan peternak besar semakin lebar.
Tingkat bunga yang besar, akan
sangat memberatkan para peternak kecil sebab mereka juga harus memikirkan biaya
operasional setiap hari untuk ternak mereka.
Tindakan pemerintah untuk menopang komitmen Indonesia dalam
mewujudkan AEC 201 melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014
tentang Perpres tersebut mengenai :
1.
Investasi asing diperbolehkan hingga 40% untuk
usaha budidaya tanaman pangan seluas lebih dari 25 hektar
2.
Investasi asing diperbolehkan hingga 95% untuk
usaha perkebunan dalam hal perbenihan bagi usaha seluas lebih dari 25 hektar
3.
Investasi asing diperbolehkan hingga 30% untuk
usaha perbenihan dan budidaya hortikultura
3.6 Banyak Cara
Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
Banyak
cara sekaligus persiapan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada
2015. Hal ini juga merupakan tantangan karena sejatinya pola piker dan semangat
pemerintah serta para pelaku ekonomi Indonesia masih seperti biasanya.
Belum
ada gerakan dan mereka masih terbius wacana. Padahal, menurut ekonom dari
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Edy Suandi Hamid, pemerintah dan
pelaku ekonomi harus lebih ofensif menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
dengan memperluas pasar barang, jasa, modal, investasi, dan pasar tenaga kerja.
‘’Adanya MEA harus dipandang
sebagai bertambahnya pasar Indonesia menjadi lebih dari dua kali lipat, yakni
dari 250 juta menjadi 600 juta. ‘’katanya, di Yogyakarta, Sabtu (22/11/2014).
Dengan
pola piker dan semangat seperti itu, dia berharap Indonesia dapat memetik
manfaat optimal dari MEA. Perekonomian harus didorong lebih cepat tumbuh,
ekspansif, dan berdaya saing, bukan sebaliknya. ‘’ Misalnya, sekarang justru
sector manufaktur kita tumbuhnya melambat. Padahal, sector itu diharapkan
menjadi penggerak utama perekonomian nasional, ‘’ Kata Guru Besar Fakultas
Ekonomi UII ini. Menurut dia, berbagai
indicator yang ada sekarang lebih banyak menunjukan kelemahan, seperti
indeks daya saing total, indeks infrastruktur, indeks terkait dengan birokrasi, dan masih adanya pungli,
korupsi, dan suap yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Namun, kata Edy, hal
itu bukan sesuatu yang statistic.
‘’ Kemauan politik dari
pemerintahan Jokowi-JK untuk percepatan dan perbaikan indicator-indikator
tersebut, bisa memperbaiki daya saing secara revolutif sehingga bisa mengejar
ketertinggalan itu,’’ itu katanya.
Satu
hal ini yang perlu diwaspadai, menurut dia, adalah pasar tenaga kerja, termasuk
tenaga kerja terdidik. ‘’ MEA juga meliberalkan pasar tenaga kerja
professional,’’ ujar Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia
(Aptisi) ini.
Padahal, kata dia, sekarang pun
ada 600.000-an pengangguran intelektual. Tanpa ada perbaikan kualitas tenaga
kerja Indonesia, bisa terjadi ‘’booming’’ pengangguran Intelektual. Oleh karena
itu, Edy mengingatkan lembaga pendidikan tinggi tidak bisa hanya berjalan apa
adanya seperti sekarang. Perguruan tinggi, menurut dia, bukan hanya ikut
bertanggung jawab atas pengangguran terdidik yang ada, melainkan juga harus
meningkatkan kualitas lulusnya.
‘’
perguruan tinggi harus menghasilkan lulusan yang sesuai dengan permintaan bursa
kerja. Jika hal itu tidak dilakukan, bisa jadi perguruan tinggi hanya akan
menambah masalah dengan melahirkan lebih banyak penganggur intelektual,’’
katanya. Sementara itu, diplomat senior Makarin Wibisono juga mengingatkan
bahwa dalam menghadapi MEA 2015, Indonesia perlu memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangan sector jasa akan menguntungkan bagi Indonesia dalam dinamika MEA,
‘’ kata Makarim dalam seminar Perhimpunan Persahabatan Indonesia- Tiongkok di
Jakarta, beberapa waktu lalu. Menurut dia, liberalisasi pasar jasa
menguntungkan karena meningkatkan kualitas serta menentukan biaya kewajaran
bagi tenaga kerja sehingga kemudian meningkatkan daya saing di sector Industri.
‘’ Sektor jasa yang efisien juga merupakan pilar penting untuk pertumbuhan
ekonomi,’’ katanya.
Pasar
jasa yang efisien, menurut Makarim, akan meningkatkan pilihan konsumen,
produktivitas, kompetisi, dan kesempatan untuk pembangunan sector jasa baru. ‘’
jika terjadi inefisiensi, dampak negatifnya pada produktivitas, inovasi,
distribusi teknologi, dan menghalangi tercapainya pertumbuhan optimal,’’ kata
Duta Besar Indonesia untuk PBB (2004-2007) ini.
Sebelumnya,
ASEAN telah mengadopsi ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) pada 15
Desember 1995 di Bangkok, yang intinya menghilangkan hambatan dalam sector
perdagangan jasa yang dimaksud terbagi dalam delapan sector yaitu transpotasi
laut dan udara, jasa bisnis, konstruksi, telekomunikasi, pariwisata, jasa
financial, kesehatan, dan logistic.
‘’ Sektor jasa yang kompetif
menarik investor asing karena menciptakan iklim kerja yang kondusif untuk
efektivitas operasi bisnis. Itu adalah salah satu hal yang dibutuhkan Indonesia
saat ini, ‘’ tambah dia. Presiden Direktur Kelompok Usaha Bosowa Erwin Aksa
menilai Indonesia masih menghadapi beberapa kendala dalam menghadapi persaingan
pada era MEA 2015. ‘’ Sejumlah kendala tersebut adalah masih lambannya layanan
birokrasi, regulasi yang masih tumpang-tindih, serta kepastian hukum,’’ kata
Erwin. Menurut dia, jika Indonesia mampu mengatasi beberapa kendala tersebut
secepatnya, potensinya besar untuk dapat unggul dalam persaingan saat memasuki
era MEA nanti. Setelah diberlakukannya MEA pada 2015, menurut Erwin,
negara-negara di ASEAN tidak lagi dibatasi dalam perdagangan dan menjual jasa
sehingga Indonesia harus mampu menjaga kemandirian bangsa dibidang ekonomi.
‘’
Sayangnya, kalangan pengusaha sudah bergerak cepat mengikuti dinamika usaha,
tetapi layanan birokrasi masih lamban, ‘’ ujar Ketua Umum Himpunan Pengusaha
Muda Indonesia (Hipmi) periode 2011-2014 itu. Dia menjelaskan prospek
perekonomian Indonesia setelah diberlakukannya MEA, hendaknya pengusaha
nasional mengutamakan efesiensi sehingga mampu bersaing dengan perusahaan dari
negara tetangga.
Halaman 12
Erwin juga mengatakan bahwa
regulasi perdagangan di Indonesia harus dijaga agar tidak menghambat pengusaha
local dalam menghadapi perdagangan perdagangan bebas di ASEAN . Dibidang hukum,
kata dia, diperlukan kepastian hukum yang akan berperan penting agar dunia
usaha dapat berjalan lancar.
Sementara
Pengamat ekonomi dari Universitas Mataram M.Firmansyah menilai belum
berakhirnya secara permanen konflik di Internal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
bisa memengaruhin kesiapan Indonesia menghadapi MEA 2015.
‘’ Kondisi politik yang belum
mereda, akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian dalam negeri, ‘’kata dia
di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Oleh sebab itu, Ketua Pusat Kajian Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Mataram (Unram) ini menyarankan
pemerintah menunda pemberlakuan MEA 2015.
‘’ Kondisi politik dan ekonomi
dalam negeri belum siap untuk bersaing. Menurut saya, kita perlu benahi dulu benang
kusut kondisi dalam negeri,’’ ujarnya.
Ia mengatakan bahwa kisruh di
internal DPR menyebabkan belum adanya regulasi yang prodaya saing bagi
kepentingan MEA. ‘’ Bila ini terus dibiarkan, Indonesia akan babak belur
menghadapi persaingan pasar bebas. Idealnya, menurut dia, pada awal mulai
bekerja, para anggota DPR sudah memikirkan daya saing masyarakat. Namun,
faktanya mereka sibuk mencari keseimbangan posisi kekuasaan. Para wakil rakyat
tidak melihat sisi ekonomi yang sudah parah karena tingkat pertumbuhan ekspor
pada 2014 anjlok, dan diperkirakan akan terus menurun
‘’Wajar pertumbuhan produksi
industry Indonesia saat ini hanya mampu menggenjot angka 1.4 persen, sedangkan
Filipina 9,6 persen, Vietnam 6,7 persen, dan Singapura 3.3 persen.
1.Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Gita Wirjawan
Kesimpulan
Menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015 bisa jadi merupakan momok yang
menakutkan bagi beberapa kalangan. Misalnya ada kekhawatiran bahwa lahan nafkah
hidupnya akan diambil pendatang yang berasal dari luar Indonesia.
Fenomena seperti semakin banyak orang Indonesia berobat ke
Singapura atau Malaysia sehingga kemudian sering menimbulkan pertanyaan,
bagaimana dengan kualitas rumah sakit di Indonesia, apakah dokternya kurang
ahli? Atau memang kualitas pelayanan yang belum memenuhi standard? Atau bahkan
kurang lincahnya kita melakukan promosi sehingga produk dan jasa tidak dikenal?
Tak kenal maka tak saying.
Peribahsa ersebut masih relavan dalam zaman sekarang ini. Untuk memperkenalkan
diri supaya lebih dikenal, diperlukan taktik jitu membangun merek baik pribadi
maupun organisasi. Namun terlebih dahulu, ada baiknya kita pahami arti merek
sesungguhnya. AMA (American Marketing Association) mendefinisikan merek sebagai
nama, terminology, tanda symbol yang menjadi penciri produk atau jasa yang
ditawarkan. Merek juga berfungsi sebagai pembeda dengan produk atau jasa yang
ditawarkan oleh pesaing (Keller, k., 2003). Menghadapi persaingan bebas dengan
para pendatang saat MEA tahun 2015, bagaimana agar merek Indonesia, entah
produk atau jasa bisa dikenal, tidak hanya oleh pasar dalam negri namun juga
oleh luar negeri sehingga mampu bersaing dengan para pendatang asing.
Saran
Kiranya
amat tepat bila pemerintah diharuskan untuk segera mempersiapkan langkah dan
strategis menghadapi ancaman dampak negative dari MEA dengan menyusun dan
menata kembali kebijakan-kebijakan nasional yang diarahkan agar dapat lebih
mendorong dan meningkatkan daya saing sumber daya manusia dan industry sehingga
kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun
professional meningkat. Pemerintah diharapkan pula untuk meyediakan kelembagaan
dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala,
menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
singkat-VI-10-II-P3DI-April-2014-4.pdf
http//m.antarnews.com/berita/391103/masyarakat-ekonomi-aswan-di-depan-mata
Halaman 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar