Minggu, Mei 24, 2015

kesiapan indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN


Kesiapan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, khususnya di bidang Perdagangan


BAB 1 PENDAHULUAN
           
            1.1 Latar Belakang 
                AEC adalah bentuk kerjasama ekonomi regional asia yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015 tepatnya bulan desember. Tujuan utama AEC adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi diaman terjadi arus barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas.
                Keterlibatan semua pihak diseluruh negara anggota ASEAN mutlak diperlukan agar dapat mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang kompetitif bagi kegiatan investasi dan perdagangan yang bebas yang pada gilirannya dapat memberikan manfaat bagi seluruh anggota ASEAN. Bagi Indonesia, dengan jumlah populasi, luas dan letak geografi serta nilai PDB terbesar di ASEAN harus menjadi aset agar Indonesia bisa menjadi pemain besar dalam AEC 2015 nanti.
Indonesia kini tengah berpacu dengan waktu dalam menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai pada tahun 2015.
ASEAN telah menyepakati sector-sector prioritas menuju momen tersebut. Ketika berlangsung ASEAN Summit ke-9 tahun 2003 ditetapkan 11 Priority Integration Sector (PIS). Namun pada tahun 2006 PIS yang ditetapkan berkembang menjadi 12 yang dibagi dalam dua bagian yaitu tujuh sector barang industri dan lima sector jasa. Ke-7 sector barang Industri terdiri atas produk berbasis pertanian, elektronik, perikanan, produk berbasis karet, tekstil, otomotif, dan produk berbasis kayu. Sedangkan kelima sector jasa tersebut adalah transpotasi udara, e-asean, pelayanan kesehatan, turisme dan jasa logistic.
                Keinginan ASEAN membentuk MEA didorong oleh perkembangan eksternal dan Internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi baru, dengan disokong oleh India, Tiongkok, dan negara-negara ASEAN. Sedangkan secara Internal, kekuatan ekonomi ASEAN sampai tahun 2013 telah menghasilkan GDP sebesar US(dollar) 3,36 triliun dengan laju pertumbuhan sebesar 5,6 persen dan memiliki dukungan jumlah penduduk 617,68 juta orang. Tulisan ini secara ringkas akan menganalisis peluang Indonesia menghadapi persaingan dalam MEA.


1.2 Permasalahan
            Salah satu ancaman terbesar Indonesia terhadap duniausaha kecil dan menengah adalah ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diberlakukan pada tahun 2015 yang akan dating. Pada konteks perdagangan ASEAN tersebut, Indonesia justru menjadi potensi untuk dijadikan basis konsumsi terbesar di ASEAN, sebab dengan 241 juta jiwa lebih penduduk Indonesia dapat diartikan sebagai pasar yang menggiurkan bagi segala pihak. Untuk menghadapi hal tersebut Indonesia perlu memiliki langkah strategis menghadapi agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
            MEA harus dianggap sebagai kesempatan  dibandingkan sebagai kerugian. Jika berbenah serta terus meningkatkan daya saing, Indonesia diyakini akan berhasil. Pertanyaan yang sering mengemuka terkait dengan pemberlakuan MEA 2015 ini adalah siapakah pelaku usaha nasional menghadapinya? Ini lantaran MEA memberikan peluang yang harus diraih sekaligus tantangan yang harus dihadapi. Spiritnya tentu saja siap atau tidak siap pengusaha nasional, termasuk pengusaha perbankan dan lembaga keuangan lainnya harus tetap bersiap menyongsong diberlakukannya MEA 2015.
           


BAB II
PEMBAHASAN
3.1  Kerja sama ASEAN
                 Sejalan dengan pesatnya dinamika hubungan antar-bangsa diberbagai kawasan, ASEAN2 menyadari pentingnya integrasi negara-negara di Asia Tenggara. Pada pertemuan informal para Kepala Negara ASEAN di Kuala Lumpur tanggal 15 Desember 1997 disepakati ASEAN Vision 2020 yang kemudian ditindak lanjuti dengan pertemuan di Hanoi yang menghasilkan Hanoi Plan of Action (HPA). Visi 2020 termasuk HPA berisi antara lain: kondisi yang ingin diwujudkan di beberapa bidang, seperti orientasi ke luar, hidup berdampingan secara damai dan menciptakan perdamaian Internasional.
                 Beberapa agenda kegiatan yang akan dilaksanakan untuk merealisasikan visi 2020 adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, ekonomi, lingkungan hidup, social, teknologi, hak cipta intelektual, keamanan dan perdamaian, serta turisme melalui serangkaian aksi bersama dalam bentuk hubungan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan diantara negara-negara anggota ASEAN.
                 Selanjutnya pada KTT ASEAN ke 9 di Bali pada tahun 2003 dihasilkan Bali Concord II, yang meyepakati pembentukan ASEAN Community untuk mempererat integrasi ASEAN. Terdapat tiga komunitas dalam ASEAN Community yang disesuaikan dengan tiga pilar didalam ASEAN Vision 2020, yaitu pada bidang kemanan politik ( ASEAN Political-Security Community ), Ekonomi ( ASEAN Economic Community ), dan social budaya ( ASEAN Socio-Culture Community ). MEA adalah tujuan akhir integrasi ekonomi seperti yang dirancangkan dalam ASEAN Vision 2020, adalah :
          ‘’To create a stable, prosperous and highly competitive ASEAN economic region in which there is free flow of goods, services, investment, skill labor and freer flow of capital, equitable economic development and reduced poverty and socio-economic disparities in year 2020’’ 

1.Kerja Sama ASEAN Harus Diperluas”,Media Indonesia, 11 Mei 2014
2.Asean : Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, yang didirikan tanggal 8 agustus 1967 di        Bangkok


3.2 Beberapa pasal dinilai penting untuk menghadapi MEA 2015.
FNH
                 Persiapan menhadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC) yang akan digelar pada 2015 mendatang tampaknya benar-benar direlisasikan oleh DPR dan Pemerintah melalui berbagai instrument kebijakan. Terakhir, DPR dan Pemerintah mengaturnya dalam UU Perdagangan yang baru disetujui bersama pada Selasa (12/2). Salah satu yang diatur adalah jasa.
                 Wakil menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krishnamurti menjelaskan UU Perdagangan mencakup bukan hanya barang tetapi juga jasa yang bisadierdagangkan (trade on services). Sektor jasa ini sengaja dimasukan kedalam UU Perdagangan guna meghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA 2015 mendatang.
Bayu mengatakan, setidaknya ada tiga pasal yang, mengatur tentang bidang jasa dalam UU Perdagangan dan menjadi bagian penting dalam pelaksanaan MEA 2015, yakni pasal 4 ayat (2), pasal 20 dan pasal 21. Lingkup pengaturan bidang jasa, sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat(2) meliputi 12 sektor ini, jasa bisnis, jasa distribusi, jasa komunikasi, jasa pendidikan, jasa lingkungan hidup, jasa keuangan, jasa konstruksi dan teknik terkait, jasa kesehatan social, jasa rekreasi, kebudayaan dan olahraga, jasa pariwisata, jasa transpotasi dan jasa lainnya. ‘’ beberapa pasal ini penting untuk menghadapi AEC, terutama pasal 21, ‘’ kata Bayu dalam konferensi pers di Kantor Kemendag Jakarta, Rabu (12/2).
                 Pasal 20 menyebutkan Penyedia Jasa yang bergerak di bidang Perdagangan Jasa wajib didukung tenaga teknis yang kompoten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyedia Jasa yang tidak memiliki tenaga teknis yang kompoten dikenai sanksi administrative berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan usaha, atau Pencabutan izin usaha.
                 Dalam pasal 21 UU Perdagangan, dijelaskan bahwa pemerintah dapat memberi pengakuan terhadap kompotensi tenaga teknis dari negara lain berdasarkan perjanjian saling pengakuan secara bilateral atau regional. Menurut Bayu, pasal ini menjadi strategis bagi Kemendag karena selama ini Kemendag belum memiliki dasar hukum yang jelas dalam hal melakukan negoisasi dengan negara-negara lain
 

1. Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic
   Community 2015, 2009.


                                                                                               
                 Salah satu yang selama ini belum tegas cantolan hukumnya dalam konteks kewenangan kemendag adalah pembicaraan dengan negara lain. Melalui pasal 21 Pemerintah bisa memberikan pengakuan secara teknis dari sesuai ketentuan. ‘’ ini penting antara lain dalam kita menghadapi AEC.’’ Jelas Bayu.
                 Pasal 21 ini, lanjutnya, memberikan guidance kepada pemerintah dalam hal melakukan perundingan dan negoisasi dengan negara-negara lain. Yang tak kalah penting lagi, sector jasa merupaka sector yang dapat mendongkrak daya saing dari ekspor. Kedepannya, sector jasa akan semakin menentukan daya saing Indonesia sehingga perlu diatur dalam UU perdagangan.
                 Namun jika dilihat dari luang lingkupnya, Bayu menyatakan tidak semua jasa-jasa ini menjadi tupoksi Kemendang. Tetapi mengingat cakupan yang lebih besar dan tak sekedar kewenangan dan tupoksi Kemendag. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Kemendag dalam melaksanakan amanat dari UU Perdangan ini.
                 Selain itu, didalam UU ini, juga diatur adalah penyedia jasa yang bergerak dibidang jasa wajib didukung tenaga teknis yang kompoten, sesuai peraturan perundangan-undangan yang terkait. Hal ini jela disebutkan dalam pasal 20 UU Perdagangan. ‘’ Jadi kalau tadi ada jasa pendidikan, jadi badan usaha yang bergerak pada sector ini wajib didukung tenaga teknis yang kompoten dibidang pendidikan,’’ ucap Bayu.
                 Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kemendag, ekspor jasa yang besar adalah komponen-komponen dibidang transpotasi, jasa dibidang perjalanan dan jasa dibidang bisnis lainnya. ‘’ Maka dari itu perlu diberikan perhatian khusus dalam bidang jasa,’’ pungkasnya.
                 Untuk membantu tercapainya integrasi ekonomi ASEAN melalui AEC Blueprint yang memuat empat pilar utama yaitu (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan  usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam; dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi diluar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
                
                                                                                                                                    
Dengan berlakunya MEA 2015, berarti negara-negara ASEAN menyepakati perwujudan integrasi ekonomi kawasan yang penerapannya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint. AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara Anggota ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015/

3.3 Posisi Indonesia
                 Guna menyambut era perdagangan bebas ASEAN di ke-12 sektor yang telah disepekati, Indonesia telah melahirkan regulasi penting yaitu UU No.7 Tahun 2014 tentang perdagangan yang telah diperkenalkan ke masyarakat sebagai salah satu strategi Indonesia membendung membanjirnya produk impor masuk ke Indonesia. UU ini antara lain mengatur ketentuan umum tentang perjanjian bagi pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan perdagangan agar menggunakan bahasa Indonesia didalam pelabelan, dan peningkatan pengguna produk dalam negri. Melalui UU ini pula pemerintah diwajibkan mengendalikan ketersediaan bahan kebutuhan pokok bagi seluruh wilayah Indonesia. Kemudian menentukan larangan atau pembatasan barang dan jasa untuk kepentingan nasional untuk melindungi keamanan nasional.
                 Regulasi tersebut terasa penting bila mempertimbangkan kondisi perdagangan Indonesia selama ini belum optimal memanfaatkan potensi pasar ASEAN. Pada periode Januari-Agustus 2013 misalnya ekspor Indonesia ke pasar ASEAN baru mencapai 23% dari nilai total ekspor Hal ini antara lain karena tujuan ekspor Indonesia masih terfokus pada pasar Tradisional seperti Amerika Serikat, Tiongkok dan Jepang. Tingkat utilitasi prefensi tarif ASEAN yang digunakan eksportir Indonesia untuk penetrasi ke pasar ASEAN baru mencapai 34,4%. Peringkat Indonesia menurut global competitivines index masih berada pada posisi ke-38 dari 148 negara. Sementara Singapura menempati posisi ke-2, Malaysia di posisi ke-24, Thailand diposisi 37, Vietnam ke-70 dan Filipina posisi 59.
                 Ketatnya persaingan dipasar ASEAN lebih jauh dapet disimak dari kinerja perdagangan Indonesia tahun 2014. Sampai bulan Maret 2014, transaksi perdagangan Indonesia Surplus hingga 673,2 juta dollar AS. Surplus didapat dari selisih antar nilai ekspor yang mencapai 15,21 milliar dengan impor 14.54 miliar dollar AS. Namun demikian, Indonesia perlu memberi perhatian khusus terhadap transaksi dagang dengan Thailand yang akan bersama-sama terlibat dalam MEA 2015. Pada Maret 2014 ini, Indonesia mengalami deficit dagang dengan Thailand sampai 1.048 miliar dollar AS.
                


                 Lebih jauh lagi, surplus perdagangan Indonesia pada bulan 2014 ini belum mencerminkan kekuatan struktur ekspor Indonesia. Industri pengolahan produk ekspor masih bergantung pada bahan baku impor. Kondisi ini sangat rentan karena berarti Indonesia sangat bergantung pada ketersediaan baku dunia. Karena itu arah kebijakan ekonomi Indonesia mulai tahun 2015 harus lebih jelas seiring dengan berlakunya pasar bebas ASEAN.
                
Karenanya, menghadapi MEA 2015, Indonesia masih mempunyai berbagai pekerjaan rumah yang harus ditingkatkan agar tetap mempunyai daya saing. Untuk pilar social budaya, Indonesia masih perlu kerja keras mengingat masih banyak warga Indonesia yang belum mengetahui tentang ASEAN. Padahal salah satu kunci keberhasilan MEA adalah konektivitas atau kontak antara satu warga negara dengan warga negara ASEAN lainnya. Pemahaman warga negara di Asia Tenggara terhadap MEA belum sampai 80 persen. Karena itu, sosialisasi MEA menjadi sangat penting terhadap seluruh warga negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar di ASEAN. Kekuatiran yang muncul adalah Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk sejenis dengan negara ASEAN lainnya.
                 Untuk pilar ekonomi Indonesia juga masih harus meningkatkan daya produk Indonesia. Indonesia masih harus mengembangkan industry yang berbasis nilai tambah. Oleh karena itu Indonesia perlu kerja keras melakukan hilirisasi produk. Dari sisi hulu, Indonesia sudah menjadi produsen yang diandalkan mulai dari pertanian, kelautan, dan perkebunan. Tetapi semua produk tersebut belum sampai ke hilir untuk mengurangi impor barang jadi, sebab Indonesia telah memiliki bahan baku yang cukup.
                 Dari sisi liberalisasi perdagangan, produk Indonesia praktis tidak terlalu menghadapi masalah sebab hampir 80 persen perdagangan Indonesia sudah bebas hambatan. Bahkan ekonomi yang berbasis kerakyatan (UMKM) berpeluang menembus pasar negara ASEAN. Pemerintah telah melakukan upaya percepatan pemerataan pembangunan sebagai bagian dari penguatan ekonomi kerakyatan. Atara tahun 2011-2013, investasi Indonesia banyak diarahkan pada wilayah-wilayah diluar pulau jawa dengan memberikan rangsangan tax holiday. Dengan demikian, pusat pertumbuhan ekonomi dimasa depan bukan hanya terpusat dijawa saja tetapi juga diluar jawa. Usaha lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk cluster untuk pembinaan UMKM agar m emiliki daya saing.
                
                                                                                                                       
Halaman 7
Bukan hanya tantangan yang akan dihadapi tetapi juga peluang. Sekor-sektor yang akan menjadi Unggulan Indonesia dalam MEA 2015 adalah Sumber Daya Alam (SDA), Informasi Teknologi, dan Ekonomi Kreatif. Ketiga sector ini merupakan sector terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang lain. Selain itu, dampak masuknya Tenaga Kerja Asing (TEA) ke Indonesia harus dipastikan bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
                 Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Hendri Saparini, kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 baru mencapai 82 persen. Hal itu ditenggarai dari empat (4) isu penting yang perlu segera diantisipasi pemerintah dalam menghadapi MEA 2015, yaitu: 1.) Indonesia berpotensi sekedar pemasok energy dan bahan baku bagi industrilasasi dikawasan ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam minimal, tetapi deficit neraca perdagangan barang Indonesia yang saat ini paling besar diantara negara-negara ASEAN semakin bertambah, 2.) melebarkan deficit perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan barang. 3.) membebaskan aliran tenaga kerja sehingga Indonesia harus mengantisipasi dengan menyiapkan strategi karena potensi membanjirnya Tenaga kerja Asing (TKA), dan 4.) masuknya Investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN.
                 Dengan demikian didalam perdagangan bebas aka nada hal positif dan negative yang akan dialami setiap negara yang terlibat didalamnya. Tantangan bagi Indonesia kedepan adalah mewujudkan perubahan bagi masyarakatnya agar siap menghadapi perdagangan bebas di maksud.

 

1. Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic




3.4 Langkah –langkah Strategis dalam menghadapi AEC 2015
1.      Penyesuaian persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi)
2.      Peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun professional.
3.      Penguatan posisi usaha skala menengah, kecil, dan usaha pada umumnya;
4.      Penguatan kemitraan antara sector public dan swasta;
5.      Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi, yang merupakantujuan utama pemerintah dalam program reformasi komprehensif diberbagai bidang sebagai seperti perpajakan, kepabean, dan birokrasi
6.      Pengembangan sector-sector prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan
7.      Peningkatan partisipasi institusi pemerintah maupun swasta untuk mengimplemasikan AEC Blueprint;
8.      Reformasi kelembagaan dan kepemerintahan. Pada hakikatnya AEC Blueprint juga merupakan program reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi bagi reformasi di Negara Anggota ASEAN termasuk Indonesia
9.      Penyediaan kelembagaan dan permodalan yang  mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala
10.  Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan infrastruktur seperti transpotasi, telekomunikasi, jalan tol, pelabuhan, revitalisasi, dan restruksi industri

3.5 Alasan ada beberapa factor yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaannya antara lain :
            1.Sistem perdagangan yang belum tertata dengan baik
                   Sistem perdagangan yang belum tertata baik menyebabkan harga daging dalam negeri lebih mahal disbanding harga daging impor. Banyaknya perantara dari RPH ke pedagang dipasaran menyebabkan banyak juga uang yang harus dikeluarkan setiap tangan untuk mendistribusikan daging ke pengecer akhir. Biaya yang dikeluarkan apabila dihitung untuk mengirim daging dari wilayah jawa ke Sumatra lebih besar disbanding dengan mengimpor daging atau sapi untuk penggemukan dari negara luar
                   Alasannya dalam melakukan impor, tidak hnya melibatkan banyak pihak sehingga uang ‘jalan’pun tidak banyak dikeluarkan. Setiap pengangkutan daging ke wilayah-wilayah di Indonesia, harus membayar uang keamanan baik dipelabuhan, dijalan kepada preman maupun aparat kepolisian. Sifat tamak ini tidak akan pernah berkurang jika system perdagangan dan system-sistem terkait belum ditata dengan baik.

                2.Keterbatasan Informasi dan peran penyuluh yang kurang aktif
               
                Kurang pahamnya para peternak tentang program swasembada daging menjadi salah satu factor yang menyebabkan belum terealisasinya program pemerintah ini. Peternak secara tidak langsung tidak memperhatikan sapi produktif atau tidak produktif, yang mereka jual ketika demand daging sapi dipasaran melonjak. Peternak hanya memikirkan keuntungan yang didapat tanpa memikir keuntungan yang didapat tanpa berpikir dampaknya bagi ketersediian populasi sapi yang ada.
               
                Faktor lain yang menjadi akar permasalahannya adalah kurang aktifnya penyuluh lapangan dalam menyampaikan informasi kepada para peternak. Penyuluh dalam hal ini bisa para mahasiswa peternak yang langsung turun ke masyarakat untuk memberikan penyuluhan. Apabila para penyuluh pemerintahan aktif untuk terjun ke lapangan dan membina para peternak akan berpikir ulang untuk mejual sapi betina untuk dipotong.

3.Akses transpotasi yang sulit

                Masalah transpotasi merupakan masalah missal untuk semua sector bidang terutama terkait pasokan ke daerah-daerah yang membutuhkn transpotasi yang memadai dan sarana prasana yang mendukung. Hal ini menunjukan buruknya infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan Indonesia. Armada laut, darat, dan udara memiliki peran yang penting. Hal tersebut dapat menekan biaya distribusi apabila dilakukan pengangkutan melalui tida jalur. Harga daging di daerah NTT dan sekitarnya cukup murah, tetapi jadi lebih mahal akibat masalah didalam pendistribusian. Baik dari individunya maupun fasilitas yang kurang memadai.
                Pengadaan kapal khusus ternak rencananya akan dikeluarkan maret lalu ternyata terhambat akibat masalah yang klasik yaitu ‘’ANGGARAN’’. Sistem birokrasi yang berbelit-belit membuat anggaran dan perijinan yang semestinya harus cepat dikeluarkan malah dihambat. Sudah menjadi budaya di Indonesia.

4.Program pemerintah yang masih menyulitkan dan belum pro peternak kecil
               
                Pemerintah memiliki beberapa program kredit yang bisa dimanfaatkan para peternak, diantaranya Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), maupun Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK). Program yang diberikan pemerintah selama ini yang untuk usaha pembibitan dan budidaya ternak seperti pinjaman modal dan kredit hanya menguntungkan pengusaha-pengusaha besar, sedangkan para peternak kecil, merasa keberatan dengan tingkat bunga yang ditawarkan. Hal ini tentu membuat jurang pemisah antara peternak kecil dan peternak besar semakin lebar.
                Tingkat bunga yang besar, akan sangat memberatkan para peternak kecil sebab mereka juga harus memikirkan biaya operasional setiap hari untuk ternak mereka.

Tindakan pemerintah untuk menopang komitmen Indonesia dalam mewujudkan AEC 201 melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perpres tersebut mengenai :
1.       Investasi asing diperbolehkan hingga 40% untuk usaha budidaya tanaman pangan seluas lebih dari 25 hektar
2.       Investasi asing diperbolehkan hingga 95% untuk usaha perkebunan dalam hal perbenihan bagi usaha seluas lebih dari 25 hektar
3.       Investasi asing diperbolehkan hingga 30% untuk usaha perbenihan dan budidaya hortikultura

3.6 Banyak Cara Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean  (MEA)
                      Banyak cara sekaligus persiapan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2015. Hal ini juga merupakan tantangan karena sejatinya pola piker dan semangat pemerintah serta para pelaku ekonomi Indonesia masih seperti biasanya.
                      Belum ada gerakan dan mereka masih terbius wacana. Padahal, menurut ekonom dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Edy Suandi Hamid, pemerintah dan pelaku ekonomi harus lebih ofensif menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dengan memperluas pasar barang, jasa, modal, investasi, dan pasar tenaga kerja.
‘’Adanya MEA harus dipandang sebagai bertambahnya pasar Indonesia menjadi lebih dari dua kali lipat, yakni dari 250 juta menjadi 600 juta. ‘’katanya, di Yogyakarta, Sabtu (22/11/2014).
                      Dengan pola piker dan semangat seperti itu, dia berharap Indonesia dapat memetik manfaat optimal dari MEA. Perekonomian harus didorong lebih cepat tumbuh, ekspansif, dan berdaya saing, bukan sebaliknya. ‘’ Misalnya, sekarang justru sector manufaktur kita tumbuhnya melambat. Padahal, sector itu diharapkan menjadi penggerak utama perekonomian nasional, ‘’ Kata Guru Besar Fakultas Ekonomi UII ini. Menurut dia, berbagai  indicator yang ada sekarang lebih banyak menunjukan kelemahan, seperti indeks daya saing total, indeks infrastruktur, indeks terkait  dengan birokrasi, dan masih adanya pungli, korupsi, dan suap yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Namun, kata Edy, hal itu bukan sesuatu yang statistic.
‘’ Kemauan politik dari pemerintahan Jokowi-JK untuk percepatan dan perbaikan indicator-indikator tersebut, bisa memperbaiki daya saing secara revolutif sehingga bisa mengejar ketertinggalan itu,’’ itu katanya.
                      Satu hal ini yang perlu diwaspadai, menurut dia, adalah pasar tenaga kerja, termasuk tenaga kerja terdidik. ‘’ MEA juga meliberalkan pasar tenaga kerja professional,’’ ujar Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) ini.
                     


Padahal, kata dia, sekarang pun ada 600.000-an pengangguran intelektual. Tanpa ada perbaikan kualitas tenaga kerja Indonesia, bisa terjadi ‘’booming’’ pengangguran Intelektual. Oleh karena itu, Edy mengingatkan lembaga pendidikan tinggi tidak bisa hanya berjalan apa adanya seperti sekarang. Perguruan tinggi, menurut dia, bukan hanya ikut bertanggung jawab atas pengangguran terdidik yang ada, melainkan juga harus meningkatkan kualitas lulusnya.      
                      ‘’ perguruan tinggi harus menghasilkan lulusan yang sesuai dengan permintaan bursa kerja. Jika hal itu tidak dilakukan, bisa jadi perguruan tinggi hanya akan menambah masalah dengan melahirkan lebih banyak penganggur intelektual,’’ katanya. Sementara itu, diplomat senior Makarin Wibisono juga mengingatkan bahwa dalam menghadapi MEA 2015, Indonesia perlu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan sector jasa akan menguntungkan bagi Indonesia dalam dinamika MEA, ‘’ kata Makarim dalam seminar Perhimpunan Persahabatan Indonesia- Tiongkok di Jakarta, beberapa waktu lalu. Menurut dia, liberalisasi pasar jasa menguntungkan karena meningkatkan kualitas serta menentukan biaya kewajaran bagi tenaga kerja sehingga kemudian meningkatkan daya saing di sector Industri. ‘’ Sektor jasa yang efisien juga merupakan pilar penting untuk pertumbuhan ekonomi,’’ katanya.
                      Pasar jasa yang efisien, menurut Makarim, akan meningkatkan pilihan konsumen, produktivitas, kompetisi, dan kesempatan untuk pembangunan sector jasa baru. ‘’ jika terjadi inefisiensi, dampak negatifnya pada produktivitas, inovasi, distribusi teknologi, dan menghalangi tercapainya pertumbuhan optimal,’’ kata Duta Besar Indonesia untuk PBB (2004-2007) ini.
                      Sebelumnya, ASEAN telah mengadopsi ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) pada 15 Desember 1995 di Bangkok, yang intinya menghilangkan hambatan dalam sector perdagangan jasa yang dimaksud terbagi dalam delapan sector yaitu transpotasi laut dan udara, jasa bisnis, konstruksi, telekomunikasi, pariwisata, jasa financial, kesehatan, dan logistic.
‘’ Sektor jasa yang kompetif menarik investor asing karena menciptakan iklim kerja yang kondusif untuk efektivitas operasi bisnis. Itu adalah salah satu hal yang dibutuhkan Indonesia saat ini, ‘’ tambah dia. Presiden Direktur Kelompok Usaha Bosowa Erwin Aksa menilai Indonesia masih menghadapi beberapa kendala dalam menghadapi persaingan pada era MEA 2015. ‘’ Sejumlah kendala tersebut adalah masih lambannya layanan birokrasi, regulasi yang masih tumpang-tindih, serta kepastian hukum,’’ kata Erwin. Menurut dia, jika Indonesia mampu mengatasi beberapa kendala tersebut secepatnya, potensinya besar untuk dapat unggul dalam persaingan saat memasuki era MEA nanti. Setelah diberlakukannya MEA pada 2015, menurut Erwin, negara-negara di ASEAN tidak lagi dibatasi dalam perdagangan dan menjual jasa sehingga Indonesia harus mampu menjaga kemandirian bangsa dibidang ekonomi.
                      ‘’ Sayangnya, kalangan pengusaha sudah bergerak cepat mengikuti dinamika usaha, tetapi layanan birokrasi masih lamban, ‘’ ujar Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) periode 2011-2014 itu. Dia menjelaskan prospek perekonomian Indonesia setelah diberlakukannya MEA, hendaknya pengusaha nasional mengutamakan efesiensi sehingga mampu bersaing dengan perusahaan dari negara tetangga.
                                                                                                                                                                                Halaman 12
Erwin juga mengatakan bahwa regulasi perdagangan di Indonesia harus dijaga agar tidak menghambat pengusaha local dalam menghadapi perdagangan perdagangan bebas di ASEAN . Dibidang hukum, kata dia, diperlukan kepastian hukum yang akan berperan penting agar dunia usaha dapat berjalan lancar.
                      Sementara Pengamat ekonomi dari Universitas Mataram M.Firmansyah menilai belum berakhirnya secara permanen konflik di Internal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa memengaruhin kesiapan Indonesia menghadapi MEA 2015.
‘’ Kondisi politik yang belum mereda, akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian dalam negeri, ‘’kata dia di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Oleh sebab itu, Ketua Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Mataram (Unram) ini menyarankan pemerintah menunda pemberlakuan MEA 2015.
‘’ Kondisi politik dan ekonomi dalam negeri belum siap untuk bersaing. Menurut saya, kita perlu benahi dulu benang kusut kondisi dalam negeri,’’ ujarnya.
Ia mengatakan bahwa kisruh di internal DPR menyebabkan belum adanya regulasi yang prodaya saing bagi kepentingan MEA. ‘’ Bila ini terus dibiarkan, Indonesia akan babak belur menghadapi persaingan pasar bebas. Idealnya, menurut dia, pada awal mulai bekerja, para anggota DPR sudah memikirkan daya saing masyarakat. Namun, faktanya mereka sibuk mencari keseimbangan posisi kekuasaan. Para wakil rakyat tidak melihat sisi ekonomi yang sudah parah karena tingkat pertumbuhan ekspor pada 2014 anjlok, dan diperkirakan akan terus menurun
‘’Wajar pertumbuhan produksi industry Indonesia saat ini hanya mampu menggenjot angka 1.4 persen, sedangkan Filipina 9,6 persen, Vietnam 6,7 persen, dan Singapura 3.3 persen.         

                                                                                                                                                                                                                                                                               
1.Menteri Perdagangan Republik Indonesia Gita Wirjawan






Kesimpulan
                Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015 bisa jadi merupakan momok yang menakutkan bagi beberapa kalangan. Misalnya ada kekhawatiran bahwa lahan nafkah hidupnya akan diambil pendatang yang berasal dari luar Indonesia.
Fenomena seperti semakin banyak orang Indonesia berobat ke Singapura atau Malaysia sehingga kemudian sering menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan kualitas rumah sakit di Indonesia, apakah dokternya kurang ahli? Atau memang kualitas pelayanan yang belum memenuhi standard? Atau bahkan kurang lincahnya kita melakukan promosi sehingga produk dan jasa tidak dikenal?
Tak kenal maka tak saying. Peribahsa ersebut masih relavan dalam zaman sekarang ini. Untuk memperkenalkan diri supaya lebih dikenal, diperlukan taktik jitu membangun merek baik pribadi maupun organisasi. Namun terlebih dahulu, ada baiknya kita pahami arti merek sesungguhnya. AMA (American Marketing Association) mendefinisikan merek sebagai nama, terminology, tanda symbol yang menjadi penciri produk atau jasa yang ditawarkan. Merek juga berfungsi sebagai pembeda dengan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing (Keller, k., 2003). Menghadapi persaingan bebas dengan para pendatang saat MEA tahun 2015, bagaimana agar merek Indonesia, entah produk atau jasa bisa dikenal, tidak hanya oleh pasar dalam negri namun juga oleh luar negeri sehingga mampu bersaing dengan para pendatang asing.

Saran
                Kiranya amat tepat bila pemerintah diharuskan untuk segera mempersiapkan langkah dan strategis menghadapi ancaman dampak negative dari MEA dengan menyusun dan menata kembali kebijakan-kebijakan nasional yang diarahkan agar dapat lebih mendorong dan meningkatkan daya saing sumber daya manusia dan industry sehingga kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun professional meningkat. Pemerintah diharapkan pula untuk meyediakan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala, menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi.








DAFTAR PUSTAKA
singkat-VI-10-II-P3DI-April-2014-4.pdf
http//m.antarnews.com/berita/391103/masyarakat-ekonomi-aswan-di-depan-mata
















Halaman 15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar