Senin, Mei 25, 2015

Segala sesuatu mengenai hukum perdata



MAKALAH HUKUM PERDATA

Sebagai syarat memenuhi tugas mata kuliah
Dosen pengampu : Ibu kuswardani S H



Disusun oleh :
1.      Abda Irsyad Sudarsono ( C100140324 )
 



 Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
2014/2015
 KATA PENGANTAR
            Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rasa cinta dan kasih saying kedalam sanubari setiap kehidupan yang tidak akan pernah terkikiskan oleh gejolaknya zaman sehingga dengan rasa cinta dan kasih sayangnya lah membawa kita kepada pemikiran-pemikiran yang selalu diridhoinya yang berupa penyusun makalah ini yang bertemakan Pengertian Hukum Perdata dan Sistematika menurut BW dan ilmu pengetahuan Sesuai dengan harapan yang kita inginkan.
            Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi kita nabi besar Muhammad SAW, karena dengan berkat perjuangan beliau kita dapat terangkis dari alam jahiliyah menuju alam kemahiran, sehingga kita dapat menikmati ilmu yang dengan baik seperti apa yang kita rasakan sekarang ini.
Melihat kemampuan kami yang kurang, kami yakin dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, maka dari itu, kami sangat butuh saran dan kritik yang bersifat membangun yang mampu membawa kami kepada kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, 03 Mei 2015  


                                                                                                










Halaman 1

DAFTAR ISI
·         Kata Pengantar ............................................................................................................. 1
·         Daftar isi           ............................................................................................................. 2

Bab 1
·         Pendahuluan     ............................................................................................................. 3
Ø  Latar Belakang ................................................................................................. 3
Ø  Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
Ø  Tujuan penulisan .............................................................................................. 5
Bab 2
·         Pembahasan .................................................................................................................. 6

Bab 3
·         Kesimpulan ................................................................................................................. 19
·         Saran ..........................................................................................................................  20
·         Penutup ......................................................................................................................  21
·         Daftar Pustaka ............................................................................................................ 22










Halaman 2

BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Menuntut ilmu itu wajib, bagi kaum muslimin dan muslimat. Itu yang disabdakan oleh Rosul. Benar adanya, namun tidak menutup kewajiban umat non-muslim, mereka juga dituntu akan itu. Menuntut ilmu bukan hanya karena hukum wajib, namun merupakan kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat dan penyusuain peradaban yang semakin canggih, maka diperlukan ilmu dalam segala hal.

Makalah ini akan mencoba menguraikan tentang hukum perkawinan menurut Undang-undang di Indonesia yaitu KUHPer ( BW ). Yang sudah dikenal oleh banyak orang khususnya bagi orang-orag yang bergerak dibidangnya.

Perkawinan siapa orang yang tidak pernah mendengar kata itu. Mustahil sepertinya jika ada orang yang belum pernah mendengarnya. Sekian banyak orang menikah, namun kebanyakan belum mengerti hukum yang mengatur tentang pernikahan. Kemudian sering terjadi perceraian yang semakin marak dan bukan pemandangan yang aneh bagi masyarakat jika terjadi perceraian.Perlunya pengetahuan tentang hukum dan hak yang ada dalam perkawinan agar minimalis angka perceraian, namun jika pelaku hukum tak mengerti. Wallahu a’lam.

Banyak Universitas yang mempunyai Fakultas Hukum Perdata yang pasti membahas tentang perkawinan, disana telah banyak meluluskan Sarjana-sarjana ahli Hukum Perdata. Demikian sekolah-sekolah yang lain, meski bukan fakultas, namun ada study tersebut. Namun masih banyak yang tidak mengamalkan ilmu yang mereka miliki
Halaman 3
Rumusan Masalah

Pengetahuan tentang Hukum Perdata tidak lah semua orang tau, perlu dikembangkan sebuah metode pembelajaran dengan men-sosialisasikan hukum tersebut. Banyaknya kejadian yang tidak searah dengan Hukum perdata tentang perkawinan dikalangan masyarakat. Seperti pernikahan usia dini, pernikahan adapt, dan pernikahan yang tidak mengikuti hukum yang berlaku di Negara Tercinta ini.
Pernikahan yang melanggar hukum tidak tercantum dalam daftar nama perkawinan Negara membuat pemerintah merasa kurang efektif dalam menerapkannya.
Namun menurut mereka itu lebih efektif, karena tidak memerlukan biaya yang lebih dan tidak lebih repot. Tanpa sepengetahuan pemerintahan mereka menikah sirih atau yang lain, kemudian mereka bercerai. Dan hal lain seperti permasalahan kekerasan dalam rumah tangga dan sejenisnya. Itu semua tidak dapat diajukan dalam hukum, karena tidak terdaftar dalam buku pemerintah, dan sedikit membuat repot pemerintah.



















Halaman 4
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah karya ilmiah ini adalah :

1.      Menjelaskan Tentang Hukum Perdata
2.      Menjelaskan tentang criteria Hukum Nasional
3.      Menjelaskan tentang isi Kitab Undang-undang Hukum perdata
4.      Agar dapat mempermudah dalam belajar mahasiswa dalam mengetahui hukum perdata
5.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata
6.      Menjelaskan Hukum perdata tentang perkawinan
7.      Menjelaskan Hukum perdata tentang Harta


























Halaman 5
BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM PERDATA

1.      Pengertian Hukum Perdata

Hukum adalah undang-undang / peraturan tertulis atau tidak tertulis yang mengatur dan memiliki sanksi bagi pelanggar hukum. Hukum perdata yaitu suatu undang-undang atau Hukum yang mempelajari serta mengatur tentang hak dan kewajiban setiap subyek hukum ( Manusia ) dan mengatur hubungan antar subyek hukum yang lain, bisa juga disebut Hukum privat / personal.
Hukum perdata sendiri mempunyai beberapa aspek yang tidak bisa lepas, yaitu :

a.       Pengaturan Hukum
b.      Subyek Hukum, dan
c.       Hubungan Hukum
Sedangkan hukum public atau pidana yaitu suatu undang-undang hukum yang mempelajari dan mengatur tentang hak dan kewajiban orang banyak ( Masyarakat ). Seperti hukum administrasi Negara. Menyangkut hukum public, berarti menyangkut hukum Nasional, hukum ini mengatur tentang ketatanegaraan di Indonesia.
                        Kriteia hukum Nasional adalah :
a.       Hukum yang berasal dari Negara sendiri ( Indonesia )
b.      Hukum tidak terlepas dari budaya asli ( Indonesia )
c.       Harus merupakan produk pembentuk undang-undang
d.      Berlaku untuk seluruh daerah / wilayah Negara ( Indonesia )
e.       Untuk Hukum Perdata Nasional, harus sesuai dengan nilai pancasila
f.       Berlaku untuk semua warga Negara ( Indonesia )
g.      Hukum perdata Nasional harus merupakan produk dari undang-undang
h.      Dibuatnya Undang-undang harus setelah kemerdekaan
Timbulnya hukum itu sendiri muncul dianggap penting karena manusia hidup bermasyarakat. Tidak menutup kemungkinan terjadinya sengketa antara masyarakat yang ada disuatu Negara.
Hukum / undang-undang muncul untuk mengatur tentang hak dan kewajiban manusia dalam bermasyarakat dan bagaimana cara mempertahankan hak dan kewajiban mereka agar selalu terjaga dari kesewenang-wenangan.

Halaman 6
2.      Pembagian Hukum Perdata

Hukum perdata mempunyai dua pembagian, yaitu :
a.       Hukum Perdata Material dan
b.      Hukum perdata Formal
                        Sedangkan menurut pengetahuan, hukum dibagi menjadi 4 ( empat ), yaitu :
a.       Hukum tentang Uang
b.      Hukum tentang kekeluargaan, perkawinan
c.       Hukum tentang kebendaan
d.      Hukum tentang waris


3.      Isi KUHPer

Dalam KUHPer ( Kitab Undang-undang Hukum Perdata ) yang disebut juga BW ( Brogetjk Wetbok ) yaitu buku undang-undang buatan Belanda yang berasal dari Code Napolion diPrancis, sedangkan prancis sendiri mengadopsinya dari buku hukum Romawi. Yang kemudian di sah kan di Indonesia pada tahun 1859.

Didalam buku KUHPer, terdapat 4 bab buku peraturan, yaitu :
a.       Buku Pertama yaitu mengatur tentang perorangan dan kekeluargaan, ( UU No.1 Tentang Perkawinan )

Setiap subyek hukum / manusia pastilah mempunyai pasangan masing-masing dan berkeinginan untuk menikah, dalam buku satu terdapat undang-undang yang mengaturnya, seperti undang-undang yang mengaturnya, seperti undang-undang siapa saja yang boleh dinikahi dan yang tidak boleh, dan undang-undang dalam rumah tangga. Selebihnya akan dijelaskan dibawah.

b.      Buku yang kedua yaitu mengatur tentang hukum benda yang dimiliki oleh subyek hukum tentang benda yang dimiliki, yaitu berupa benda berwujud ( benda bergerak dan benda tidak bergerak ) dan benda tidak berwujud ( Saham, hutang, deposito )

Harta yang dimiliki oleh subyek hukum agar tidak salah dalam pengunaanya, maka undang-undang ini mengaturnya, seperti hak dan kewajiban pemilik saham, serta pemanfaatan benda-benda yang dimiliki oleh subyek hukum.


Halaman 7


c.       Buku yang ketiga yaitu mengatur tentang hukum perjanjian antara subyek hukum satu dengan subyek hukum yang lain, seperti perjanjian dagang,
Jual-beli dan sebagainya

Banyak terjadi perselisihan, pertikaian bahkan sampai pertumpahan darah. Sering terjadi dalam bab ini. Buku keempat ini mengatur semua tentang jual-beli dan sejenisnya dengan baik namun jika masih terjadi kasus dalam jual-beli, berarti subyek hukum tidak menggunakan undang-undang yang terdapat dalam buku KUHPer keempat ini.

d.      Buku yang ke empat yaitu mengatur tentang daluarsa dan pembuktian suatu benda bahwa benda itu milik seorang subyek hukum yang sah. ( akte, Nota, surat tanah, dll ).

Kepemilikan sebuah benda haruslah dapat dibuktikan dengan sebuah surat keterangan kepemilikan atau sejenisnya, sehingga memperkuat dan membenarkan bahwa benda tersebut adalah milik satu subyek hukum tidak bisa menunjukan bukti yang memadai, maka benda tersebut menjadi milik Negara dan akan diurus sesuai undang-undang.

4.      Sumber hukum Perdata

Arti sumber Hukum Perdata adalah asal mula terbentuknya Hukum Perdata atau tempat dimana Hukum Perdata ditemukan. Asal mula menunjukan pada sejarah pembentukannya sedangkan tempat menunjukan rumusan-rumusan yang dapat dibaca.

Sumber Hukum ada 2, yaitu :
a.       Sumber hukum dalam arti formal.
   Sejarah asal Hukum Perdata yaitu Hukum Perdata yaitu Hukum perdata buatan pemerintah Kolonial Belanda yang terhimpun dalam KUHPer ( BW ).
Berlakunya BW berdasarkan aturan peralihan UUD 1945 yang menyatakan KUHPer/BW tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan undang-undang baru yang berdasarkan UUD 1945, dan sumber pembentuknya adalah UUD 1945.


Halaman 8

b.      Sumber hukum dalam arti material
   Sumber ini menunjukan tempat yang dirumuskan dalam ketentuan Undang-undang Hukum Perdata yang dapat dibaca. Hukum perdata yang mengatur tentang hak dan kewajiban individual dalam bermasyarakat terdapat dalam KUHPer material. Sedangkan undang-undang / hukum yang mengatur tentang melaksanakan dan atau mempertahankan hak dan kewajiban terdapat dalam undang-undang KUHPer Formil.

                   Dalam mengatur hidup bermasyarakat, manusia adalah sentral penggerak kehidupan masyarakat, karena sudah jelas ia adalah pendukung atau pelaku langsung hak dan kewajiban. Dengan demikian, Hukum perdata material pertama kali menentukan siapakah orang-orang yang disebut pelaku hukum.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara makhluk ciptaan-Nya yang lain, dan dijadikan atas jenis kelamin yang berbeda yaitu pria dan wanita. Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan berpasang-pasangan dan menjalin hubungan hidup dengan ikatan dan membentuk suatu keluarga. Yang kemudian diatur oleh undang-undang yang terangkum dalam undang-undang perkawinan.

1.   Hukum Perdata Tentang Perkawinan  

Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk jangka waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan sebagaimana disebutkan dalam KUHPer pasal 26.

Pasal tersebut menyatakan bahwa suatu perkawinan yang sah hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat – syarat dan menentukan yang ditentukan dalam KUHPer dan mengeyampingkan peraturan agama, seperti dikatanan dalam BW, bahwa poligami dilarang. Dalam Pengertian, apa bila dilanggar akan mendapat pembatalan perkawinan.







Halaman 9


Beberapa syarat perkawinan dalam Hukum Perdata yang wajib dipenuhi, yaitu :

a.       Calon suami dan Istri harus mencapai usia yang ditentukan ( laki-laki 18 tahun, perempuan 15 tahun )

Batas usia minimal ini sering menjadi tolak ukur pernikahan. Dalam masyarakat umum, sering terjadi pernikahan dini antara kedua calon mempelai. Demikian terjadi sangatlah rawan terjadi kekerasan dalam rumah tangga, dikarenakan dalam usia tersebut, emosi dan tekanan masing-masing masih sangatlah labil.

a.           Harus ada kebebasan / tidak ada halangan antara kedua mempelai untuk menikah.
Dalam arti, kedua mempelai tidak terikat dengan pernikahan yang lain dengan waktu yang sama, atau kedua mempelai tidak mempunyai ikatan pernikahan dengan orang lain, kecuali atas izinnya. Bisa juga diartikan, kedua mempelai tidak terikat dengan suatu hal yang memberatkan terjadinya perkawinan.
b.           Untuk anak dibawah usia tidak diperbolehkan menikah, kecuali atas izin kedua orang tua masing-masing mempelai sebelum berumur 30 tahun.

Hal ini hampir sama dengan poin pertama, yaitu larangan menikah dalam usia dibawah umur. Namun jika sudah ada persetujuan dari orang tua kedua mempelai, maka selanjutnya adalah tanggung jawab orang tua.

c.           Tidak boleh melakukan perkawinan saudara sedarah maupun saudara tiri
Perkawinan sedarah juga dilarang oleh agama islamn karena bisa merusak garis keturunan dan menyalahi aturan agama.
Yang pasti kedua orang tua sudah mengijinkan perkawinan itu terjadi, perizinan ini penting karena orang tua mempunyai hak penuh atas anak-anak mereka. Dan bahkan  perkawinan dapat dibatalkan karena hal-hal yang terjadi, baik dari pihak suami maupun istri.





Halaman 10
Orang- orang yang berhak membatalkan perkawinan adalah :
a.       Suami atau Istri

Jika suami atau Istri mempunyai alas an yang kuat seperti suami atau istri tidak sesuai dengan yang diinginkan atau terdapat kesalahan atau paksaan perkawinan. Hal ini sering dapat terjadi karena perjodohan dari orang tua atau suami atau istri mengalami cacat.

b.      Anak

Anak pun mempunyai hak untuk membatalkan perkawinan yang akan dilancarkan oleh orang tuanya.

c.       Orang Tua

Dalam hal ini tidak bisa dipungkiri, karena orang tua adalah tempat keramat bagi anak-anaknya.

d.      Jaksa

Jaksa dapat membatalkan perkawinan jika kedua mempelai tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam KUHPer. Juga dapat terjadi jika salah satu mempelai terkait kasus yang melibatkan pihak kepolisian dan atau pihak lain yang memberatkan terjadinya perkawinan
Dalam pasal 32 menyebutkan bahwasanya batalnya perkawinan disebabkan hal-hal sebagai berikut :
1.    Kematian – cerai mati
2.    Perceraian
3.    Keputusan pengadilan







Halaman 11
2.   Perkawinan Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974

Perkawinan menurut Undang-undang No.1 tahun 1974, perkawinan dapat dibatalkan atas persetujuan kedua mempelai, kemudian yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari orang tua yang masih hidup dan mampu untuk menyatakan kehendaknya.
Kemudian diperjelas pihak-pihak yang dapat membatalkan perkawinan adalah :
a.      Keluarga
b.      Suami – Istri
c.      Pejabat yang berwenang
d.     Pejabat yang ditujuk, mempunyai kuasa atasnya.

3.   Akibat adanya Perkawinan
Akibat adalah timbale balik dari satu perbuatan yang sudah dilakukan. Dalam hal perkawinan, akibat yang timbul tergantung pada sah dan tidaknya perkawinan. Menurut Undang-undang No.1 tahun 1974, yang menjadi syarat sahnya perkawinan diantaranya :
1.    Persetujuan calon mempelai pria dan wanita
2.    Seorang calon mempelai pria minimal berusia 19 tahun, dan untuk wanita berumur 16 tahun. Namun jika mereka belum mencapai usia 21 tahun, belum cakap bertindak hukum.
3.    Harus ada tugas dari orang tua, atau pengadilan
4.    Tidak terikat dengan perkawinan yang lain, jika masih dalam ikatan perkawinan, harus mendapat izin dari istri atau pengadilan.
5.    Belum pernah bercerai untuk yang kedua kali dengan orang yang sama
6.    Calon istri sudah melewati masa iddah
7.    Ada pemberitahuan untuk menikah pada BPN
8.    Tidak ada yang mengajukan pencegahan
9.    Tidak ada larangan untuk menikah

           



Halaman 12
Setelah perkawinan terjadi dan sah menurut pengadilan agama, maka akibat perkawinan tersebut adalah :
a.       Adanya hubungan antara wali dan anak, dan
b.      Adanya hubungan antara suami dan Istri
            Namun jika pengadilan agama atau KUA menyatakan perkawinan tersebut tidak sah, maka akibatnya adalah sebaliknya dari tersebut diatas, yaitu :
a.       Tidak ada hubungan antara anak dan wali
b.      Tidak ada hubungan antara suami dan istri

4.   Perceraian

Perceraian adalah perpisahan ( putusmya ) hubungan suami istri yang sah dilakukan oleh seorang suami kepada istri, atau pengajuan istri kepada suami untuk dilaksanakan perceraian melalui Kantor Urusan Agama ( KUA ).

a.       Cerai Gugat
Yaitu cerai yang diajukan oleh penggugat ( Istri ) kepada suami, karena beberapa hal yang tidak dapat dipenuhi oleh sang suami pada istri, kemudian sang istri menuntutnya dan sang suami tidak mampu untuk melakukannya. Maka sang istri boleh mengajukan gugatan. Atau perkara lain seperti kekerasan dalam rumah tangga, atau sang suami pergi tak kembali.
Cerai gugat adalah cerai yang diajukan oleh penggugat di pengadilan agama tempat tinggal penggugat,

Perceraian tipe ini masih jarang terjadi, karena kebanyakan istri tidak cukup berani untuk melakukan gugatan pada sang suami, dan istri cenderung pasrah menerima suaminya apa adanya.













Halaman 13
b.      Cerai Talak

Cerai Talak yaitu perceraian yang diajukan oleh suami pada istri. Kasus ini terjadi karena beberapa hal, seperti sang istri tidak bisa memuaskan jasmani suami, istri tidak menuruti suami hingga dalam hal baik, atau bisa juga karena perselingkuhan yang dilakukan sang istri.

Banyak hal yang menyebabkan perceraian, baik cerai gugat maupun cerai talak. Karena normalnya manusia seperti apapun yang dia punya masih merasa kurang, punya satu ingin dua, punya dua ingin tiga dan seterusnya. Dalam setiap pertemuan pasti ada perpisahan, sama halnya dengan perkawinan. Jika ada perkawinan, maka tidak menutup kemungkinan terjadimya perceraian perpisahan dan sejenisnya yang merusak ikatan suami istri.

5.   Akibat perceraian

Dalam pernikahan yang menimbulkan terjadinya perceraian, maka dalam setiap perceraian mempunyai efek samping tersendiri, ada efek yang positif, namun juga ada efek samping yang negative yang timbul. Banyak hal yang terjadi jika perceraian itu terjadi.
Akibat positif yang terjadi karena perceraian merupakan suatu hal yang menjadi pembelajaran bagi kedua belah pihak dan anak menjadi anak korban, orang bilang. Jika anak tersebut sudah mengerti dan sudah dewasa maka bukan jadi masalah perceraian itu terjadi bagi sang anak. Hanya saja sang anak mungkin merasa kurang kasih saying kedua orang tua, itu yang terjadi pada umumnya.
Akibat positif yang terjadi akibat perceraian yaitu :
1.    Suami atau istri akan lebih berhati-hati dalam memilih pasangan hidup,
2.    Suami atau istri mendapat suatu kepuasan telah mendapat jalan keluar dalam permasalahan selama berumah tangga dengannya, meski bukan jalan terbaik,
3.    Wawasan anak semakin luas, pembelajaran yang tidak ada di bangku study dia dapatkan Cuma-Cuma,
           



Halaman 14
       Kemudian akibat perceraian yang negative, hal ini sering terjadi dan banyak yang terjadi ketika perceraian itu menjadi kenyataan. Mimpi buruk yang menjadi nyata telah datang, dunia serasa hancur tak ada lagi harapan untuk bahagia.
Hal-hal yang biasanya terjadi adalah :
1.    Frustasi dari pihak yang tidak menerima perceraian
2.    Menyepelekan urusan nikah dan cerai, karena sudah berpengalaman
3.    Hilangnya kasih saying yang didapat oleh anak dari kedua orang tua
4.    Hubungan antara mantan suami, mantan istri dan anak semakin renggang
5.    Hubungan antara mantan suami, mantan istri dan anak semakin renggang
6.    Putusnya tali persaudaraan
7.    Anak menjadi korban, yang membuat anak tak peduli pada kedua orang tuanya
8.    Dan masih banyak lagi yang menjadi dampak negative dari perceraian

Fenomena perceraian ini banyak terjadi dikalangan masyarakat, karena perkawinan yang dilakukan dengan usia dini atau hal lain yang membuat perceraian dan perkawinan, sehingga hal ini menjadi permainan pada kalangan masyarakat yang kurang bertanggung jawab.

1.      Pertalian Persaudaraan / kekeluargaan

Dalam hal ini sangat erat kaitannya antara hubungan keluarga dan hubungan darah. Hubungan keluarga dan hubungan darah adalah dua pengertian yang berbeda, dimana hubungan keluarga adalah hubungan dalam satu keluarga yang terjadi karena hubungan perkawinan dengan hubungan darah. Namun hubungan darah merupakan hubungan keluarga dari keturunan yang sama, atau hasil dari perkawinan.

 Hubungan keluarga karena perkawinan disebut semenda, hubungan anak antara ayah dan ibu disebut hubungan tingkat. Hubungan keturunan hanya memberikan keistimewaan tertentu dalam keluarga, yaitu :
a.    Patsiliniel
Yaitu hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan bapak
b.    Materiliniel
Yaitu hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan ibu
c.    Parental Bilateral
Yaitu hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan orang tua, artinya gabungan dari poin a dan b.
      
Halaman 15
       Anak merupakan bagian dari hasil perkawinan antara laki-laki dan perempuan. Anak sah adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah, yang hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya atau keluarga ibunya.
Dalam pertalian persaudaraan atau hubungan darah erat kaitannya dengan perkawinan, pembagian waris.






















Halaman 16
6.   Harta

a.       Harta bersama

Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan ( harta pencarian ). Harta bersama dikuasai oleh suami dan istri.
UU.No.1/1974 :

Pasal 35 ayat 1, menyatakan : ‘’Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama’’.
Terhadap harta benda bersama suami atau istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Kewenangan penyelesaian harta bersama :

Menurut ketentuan pasal 37 pasal UUP (UU.No.1/1947), ‘’apabila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing’’.
Yang dimaksud ‘’ hukumnya ‘’ masing-masing adalah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.
Pasal 49 ayat 1 ( UU.No.7/1974 ) menyatakan : ‘’peradilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang.... penyelesaian harta bersama...’’

Dengan demikian, apabila terjadi perceraian, harta bersama dibagi berdasarkan hukum yang telah berlaku sebelumnya bagi suami istri yaitu hukum agama, hukum adat, hukum BW, dan lain sebagainya. Ketentuan semacam ini kemungkinan akan arti penguasaan harta bersama, yang diperoleh bersama dalam perkawinan. Karena ada kecenderungan pembagiannya yang tidak sama, yang mengecilkan hak istri atas harta bersama. Tanggung jawab suami dan istri terhadap harta bersama.
Yaitu dinyatakan dalam :
Pasal 36 ayat 1 ; ‘’Suami atau istri dapat bertindak terhadap harta bersama atas persetujuan terhadap kedua belah pihak’’.






Halaman 17
b.      Harta Bawaan

Harta bawaan dikuasai oleh masing-masing pemiliknya, yaitu suami atau istri.
Pasal 36 ayat 2 UUP ( UU.No.1/1974 ), menyatakan ; ’’Mengenai harta bawaan masing-masing, suami atau istri berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya’’.
Maksud dari pasal tersebut bahwa menjelaskan tentang hak suami atau bistri untuk membelanjakan harta bawaan masing-masing.

Tetapi, apabila pihak suami dan istri menentukan lain, misalnya dengan perjanjian perkawinan , maka penguasaan harta bawaan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian itu. Demikian juga apabila terjadi per ceraian, harta bawaan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkwinan

c.       Harta perolehan

Harta Perolehan adalah harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Pada dasarnya penguasaannya sama seperti harta bawaan. Masing-masing suami atau istri berhak sepenuhnya untuk perbuatan hukum mengenai harta benda perolehannya. Apabila pihak suami dan istri menentukan lain misalnya dengan perjanjian perkawinan, maka penguasaan harta perolehan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian.
Demikian juga terjadi perceraian, harta perolehan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya. Kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan









Halaman 18
BAB III

1.      Kesimpulan

Bahwa setiap hukum perundang-undangan memiliki aspek tertentu, dalam perkawinan, perlunya lapor pada pengadilan agama atau KUA yang bersangkutan, untuk membenarkan tindakannya dan member keabsahan dalam Negara untuk melakukan suatu perkawinan. Dalam setiap perkawinan harus memenuhi syarat yang tercantum dalam KUHPer tentang perkawinan, jika tidak maka perkawinan itu batal.

Setiap perkawinan sering terjadi perceraian. Perceraian yang berakibat fatal terhadap kelangsungan mental sang buah hati.





























Halaman 19
2.      Saran

Harapan penulis supaya dosen mata kuliah hukum perdata ini dan para pembaca sekalian dapat memberikan komentar kritik dan saran yang memiliki nilai etika dan moral yang bersifat membangun demi kesempurnaan ilmu pengetahuan.






































Halaman 20
3.      Penutup

Dan akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang mendukungnya. Harapan penulis agar karya ini dapat berguna dikemudian hari. Amin.

Penulis mohon maaf jika terdapat kesalahan atau pernyataan yang kurang benar dalam makalah ini, karena manusia tempatnya salah dan lupa, namun penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan pada karya ilmiah selanjutnya.

































Halaman 21
DAFTAR PUSTAKA



Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H, Hukum Perdata Indonesia, ( Cet. Ke-3 , PT. Citra Aditya Bakti, Bandar Lampung , 2000 ).

Abdurrahman S.H , Himpunan Peraturan perundang-undangan Tentang Perkawinan ( Cet.1 , CV. Akademika pressindo , Jakarta 1986 ).

http://muksalmina.blogspot.com /2010/04/makalah-hukum-perdata.html

Prof. R. Subekti, pokok-pokok Hukum Perdata ( PT. Intermasa Jakarta, Jakarta, 1978)

H. Ridwan Syahrani, SH, Seluk-beluk dan Asas-asas Perdata ( PT. Almuni, Bandung, 2004 ).

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia ( PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980 )




















Halaman 22